Kun Wardana Kasih Sederet Alasan Kenapa Raja Ampat Tak Boleh Jadi Lahan Tambang

Senin, 09 Juni 2025 | 15:01 WIB
Kun Wardana Kasih Sederet Alasan Kenapa Raja Ampat Tak Boleh Jadi Lahan Tambang
Kun Wardana soal aktivitas tambang di Raja Ampati. (Suara.com/Dea)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Praktik pertambangan nikel di Raja Ampat ikut mendapat sorotan dari eks calon wakil gubernur Jakarta, Kun Wardana.

Lewat sebuah tulisan panjang di akun X pribadinya, Minggu, 8 Juni 2025, Kun Wardana menjelaskan alasan kenapa Raja Ampat tidak semestinya jadi lahan tambang nikel.

Pemaparan Kun Wardana dibuka lewat data yang menyebutkan perairan Raja Ampat merupakan ekosistem untuk 75 persen biota laut dunia.

Untuk mewujudkan program hilirisasi nikel, pemerintah sebenarnya punya alternatif lain di luar pertambangan yang merusak alam.

"Raja Ampat, 75 persen kehidupan laut dunia ada di sini. Sedangkan nikel, bisa diganti dengan inovasi teknologi atau daur ulang," jelas Kun.

Kun Wardana juga membuat perhitungan soal cadangan nikel di Raja Ampat yang akan habis setelah 14 tahun dilakukan penambangan.

Hal itu tentu tidak sebanding dengan nilai jual Raja Ampat dari status mereka sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia.

"Nilai wisata Raja Ampat, massive growth, 30 kali dalam 15 tahun (berkelanjutan). Tambang nikel, 3 juta ton per tahun, dengan cadangan sekitar 42 juta ton (14 tahun habis)," papar Kun.

Yang tidak kalah penting, Kun Wardana menekankan bahwa kerusakan alam Raja Ampat adalah sesuatu yang tidak bisa diperbaiki lagi.

Baca Juga: Melanie Subono: Ribuan Kasus Raja Ampat Belum Terungkap, Indonesia Darurat Perampasan

"Biodiversitas laut, itu warisan dunia yang tak ternilai harganya. Sedang kerusakan lingkungan, tidak bisa diperbaiki lagi," tegas Kun.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat meninjau langsung tambang PT Gag Nikel usai ramai soal Raja Ampat terancam rusak akibat tambang. (Foto dok. Kementerian ESDM)
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat meninjau langsung tambang PT Gag Nikel usai ramai soal Raja Ampat terancam rusak akibat tambang. (Foto dok. Kementerian ESDM)

Lewat penjelasannya, Kun Wardana mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya langkah menutup lahan tambang di Raja Ampat bukan sesuatu yang sulit untuk dipertimbangkan.

"Matematikanya simpel, untung sebentar atau harta karun selamanya," kata Kun.

Kalau mengacu pada patriotisme Presiden Prabowo Subianto, alasan untuk tidak merusak alam Raja Ampat bahkan bisa lebih mudah lagi.

"Bangsa pintar, jaga permata negaranya," ucap Kun.

Cerita kerusakan alam Raja Ampat sendiri pertama dibagikan oleh organisasi pemerhati lingkungan Greenpeace, lewat sebuah unggahan di akun Instagram mereka baru-baru ini.

"The Last Paradise. Satu per satu keindahan alam Indonesia dirusak dan dihancurkan, hanya demi kepentingan sesaat dan golongan oligarki serakah," keluh Greenpeace dalam keterangan unggahannya.

Sebelum masuk ke Raja Ampat, pertambangan nikel yang jadi bagian program hilirisasi disebut Greenpeace sudah meninggalkan kerusakan di berbagai tempat.

"Hilirisasi nikel, yang digadang-gadang sebagai jalan menuju energi bersih, telah meninggalkan jejak kehancuran di berbagai tempat, dari Sulawesi hingga Maluku," papar Greenpeace.

Ada andil PT Antam di balik praktek pertambangan nikel yang menimbulkan kerusakan alam di wilayah Raja Ampat.

Dengan demikian, Greenpeace menuntut pemerintah mengambil sikap untuk mencegah kerusakan alam lebih parah di Raja Ampat.

"Pemerintah harus bertanggung jawab atas kehancuran alam yang semakin hari semakin marak terjadi," tegas Greenpeace.

Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Bahlil Lahadalia sempat bersikeras bahwa lokasi pertambangan nikel tidak merusak lokasi wisata di Raja Ampat.

"Piaynemo itu pulau pariwisatanya Raja Ampat. Saya sering ke Raja Ampat. Pulau Piaynemo dengan Pulau GAG itu kurang lebih sekitar 30 kilometer sampai dengan 40 kilometer," papar Bahlil dalam pernyataannya di Jakarta baru-baru ini.

Bahkan, Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa masyarakat di lokasi pertambangan nikel pun memberikan dukungannya ke pemerintah.

Bahlil Lahadalia, dalam kunjungannya ke Pulau GAG, menyaksikan sendiri bagaimana penduduk di sana malah mendorong pemerintah melanjutkan proyek pertambangan nikel.

Namun pada akhirnya, izin pertambangan di wilayah Raja Ampat tetap diberhentikan sementara karena sudah memancing kemarahan rakyat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI