Suara.com - Ahmad Dhani belum angkat bicara terkait DPR yang menilai putusan Agnez Mo langgar hak cipta tak sesuai ketentuan.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, berpendapat bahwa Agnez Mo hanya sebagai penyayi, sementara pembayaran royalti seharusnya dilakukan penyelenggara acara melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Ahmad Dhani yang juga anggota DPR, tetapi Komisi X, biasanya vokal menanggapi perkara hak cipta sebagai perwakilan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).
Namun hingga Minggu, 22 Juni 2025, Ahmad Dhani masih berbahagia membagikan momen-momen pernikahan Al Ghazali dan Alyssa Daguise di Instagram.
Tak adanya reaksi dari Ahmad Dhani membuat Rayen Pono kembali membahas prediksinya, bahwa AKSI bukan apa-apa tanpa Ahmad Dhani.
"Akhirnya narasi 'AKSI tanpa Dhani adalah butiran debu' versi saya terbukti," tulis Rayen Pono dalam sebuah foto berlatar hitam.
"Tak ada respons signifikan terhadap statement Komisi III kecuali nyinyir-nyinyir manja," sambung mantan personel Pasto tersebut, diduga menyinggung anggota AKSI yang lain selain Ahmad Dhani.
Bungkamnya Ahmad Dhani lantas disentil Rayen Pono kemungkinan disebabkan takut kehilangan jabatan sebagai anggota DPR sehingga tak berani menyangkal pernyataan Komisi III.
"AKSI harus ikhlas berjalan tanpa Dhani karena ke'radikalan' dia memang harus berakhir atau resikonya kehilangan jabatan. Semangat AKSI!" tutup Rayen Pono.
Baca Juga: El Rumi Nikah Tahun Depan, Ahmad Dhani Minta Maaf ke Syifa Hadju Tak Bikin Ngunduh Mantu
Di caption unggahannya, Rayen Pono membahas laporannya dan meminta Ahmad Dhani memenuhi panggilan Polda Metro Jaya.
![Rayen Pono menghadiri panggilan pemeriksaan atas laporannya terhadap Ahmad Dhani di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 15 Mei 2025. [Suara.com/Adiyoga Priyambodo]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/15/11157-rayen-pono.jpg)
Sebagaimana diketahui, Rayen Pono melaporkan Ahmad Dhani atas marganya yang dipelesetkan menjadi 'Porno'.
"Jangan nakal dan sok-sok radikal lagi ya @ahmaddhaniofficial plus jangan lupa dateng ke @poldametrojaya kalo sudah dipanggil," sindir Rayen Pono.
Ahmad Dhani juga diminta Rayen Pono untuk tidak ikut campur perjuangan AKSI.
"Saran saya biarkan @aksibersatu berjalan sendiri dengan mandiri, supaya kalian tidak saling merugikan satu sama lain. Makasih!" tandasnya.
Pada hari yang sama, di Instagram Story, Rayen Pono membagikan sebuah headline media online tentang DPR dan pemerintah berpendapat bahwa royalti dibayar oleh penyelenggara acara, bukan penyanyi.
Rayen Pono yang tidak berpihak ke penyanyi maupun pencipta lagu sejak awal menginginkan peran pemerintah dalam menangani polemik hak cipta dewasa ini.
"Yang saya bilang 'kebenaran akan menemukan jalannya' itu adalah konsep pemahaman ini. Masa gitu aja nggak ngerti. Demennya emang drama aja sih," tegas Rayen Pono.
Sebagai informasi, polemik royalti atau hak cipta lagu ini berawal dari Ari Bias memenangkan gugatan atas Agnez Mo di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada awal 2025.
Agnez Mo yang membawakan lagu Ari Bias tanpa izin di tiga acara harus membayar denda royalti Rp1,5 miliar karena melanggar UU Hak Cipta.
Para pencipta lagu yang menuntut royalti lantas bermunculan, salah satunya Keenan Nasution.
Didampingi Minola Sebayang yang juga pengacara Ari Bias, Keenan Nasution melaporkan Vidi Aldiano atas penggunaan lagu "Nuansa Bening".
Berkali-kali lipat dari Agnez Mo, Vidi Aldiao dituntut Rp24,5 miliar atas penggunaan lagu "Nuansa Bening" sejak 2008.
Para pencipta lagu melalui AKSI, dengan Ahmad Dhani sebagai 'pentolan', menuntut sistem direct license ketimbang membayar royalti melalui LMK.
Seperti yang sudah diterapkan Ahmad Dhani, sistem direct license mengharuskan para penyanyi meminta izin dan membayar royalti langsung ke pencipta lagu.
Menjawab tuntutan AKSI, para penyanyi melalui Vibrasi Suara Indonesia (VISI) mengajukan uji materi UU Hak Cipta ke MK.
Kini polemik AKSI vs VISI memasuki babak baru. Komisi III DPR RI mendesak Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik terkait kasus hak cipta lagu Ari Bias.
Kontributor : Neressa Prahastiwi