Suara.com - Sebuah perhelatan akbar yang seharusnya menjadi simbol kebahagiaan dan persatuan antara dua keluarga politik besar di Jawa Barat, justru berakhir menjadi panggung tragedi memilukan.
Pesta pernikahan putra sulung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Maula Akbar, dengan Wakil Bupati Garut, Luthfianisa Putri Karlina, diwarnai duka mendalam.
Niat berbagi kebahagiaan melalui pesta rakyat berubah menjadi petaka saat tiga nyawa, termasuk seorang bocah dan anggota kepolisian, melayang sia-sia.
Insiden ini meninggalkan luka mendalam dan pertanyaan besar tentang penyelenggaraan acara yang melibatkan massa.
Berikut adalah empat fakta pilu yang kami rangkum dari tragedi di Gedung Pendopo Kabupaten Garut.
1. Tiga Nyawa Melayang di Tengah Pesta

Di balik kemegahan acara, kabar duka datang dari tiga keluarga. Tiga orang dilaporkan meninggal dunia dalam insiden tersebut.
Korban berasal dari latar belakang yang berbeda, menunjukkan bahwa tragedi ini tidak pandang bulu.
Vania Aprilia, seorang bocah perempuan berusia 8 tahun, warga Kelurahan Sukamentri. Lalu ada Dewi Jubaedah, seorang warga senior berusia 61 tahun, dan Bripka Cecep Saeful Bahri, anggota kepolisian berusia 39 tahun yang diduga sedang bertugas.
Baca Juga: Kisah Heroik Bripka Cecep, Gugur Usai Selamatkan Warga di Pesta Rakyat Maut Garut
Dua korban sipil saat ini disemayamkan di ruang jenazah RSUD dr. Slamet, sementara jenazah Bripka Cecep berada di Rumah Sakit Guntur milik TNI AD.
Kebahagiaan pernikahan seketika sirna, digantikan isak tangis keluarga korban.
2. Kronologi Maut: Diduga Terinjak-injak Saat Berebut Makan Gratis

Penyebab tragedi ini diduga kuat adalah kericuhan yang tak terkendali. Menurut informasi yang dihimpun, ribuan warga berkumpul di luar Gedung Pendopo dengan antusias untuk ikut serta dalam pesta rakyat dan menikmati hidangan gratis yang disediakan.
Namun, saat pintu masuk dibuka, situasi berubah menjadi mimpi buruk. Warga yang tak sabar saling berdesakan dan mendorong untuk bisa masuk.
Dalam kekacauan itulah, para korban terjatuh dan terinjak-injak oleh kerumunan massa yang panik. Niat untuk merasakan sedikit kebahagiaan dari pesta para pejabat berakhir dengan nyawa sebagai taruhannya.