Di sinilah pertahanan Gus Miftah runtuh. Suaranya mulai bergetar hebat, matanya berkaca-kaca, dan tangisnya pun pecah.
Ia tak sanggup membayangkan bagaimana seorang pendidik yang tulus harus berjuang hidup dengan pendapatan yang begitu minim, namun tetap menghadapi tuntutan seberat itu.
"Tadi Pak Lurah bilang, Rp 450.000 itu untuk empat bulan... Berarti satu bulan itu hanya Rp 110.000," ujar Gus Miftah dengan suara terbata-bata menahan isak tangisnya.
Di tengah keharuan itu, ia mengungkapkan alasan mengapa hatinya begitu tersentuh.
"Saya silaturahmi tidak ada kepentingan apa pun," lanjutnya.
"Karena saya merasa, bapak saya juga guru Diniyah," terang Gus Miftah yang mengungkap pekerjaan orangtunya.
Pengakuan personal itu membuat suasana semakin emosional. Pertemuan tersebut menjadi cermin pahit dari realitas nasib banyak guru ngaji di pelosok negeri.

Aksi heroik dan tangis tulus Gus Miftah untuk Guru Zuhdi di Demak ini menjadi pengingat bagi seluruh bangsa tentang betapa mendesaknya perhatian dan penghargaan yang layak bagi para pendidik yang mengabdi dalam diam.
Baca Juga: Terjadi Lagi Aksi Pembubaran Ibadah, Gus Miftah: Dialog Jalan Keluar, Bukan Kekerasan