Suara.com - Panggung hiburan Tanah Air kembali dihebohkan dengan kabar dugaan perselingkuhan yang menyeret nama artis Rendy Kjaernett suami dari Lady Nayoan.
Setelah kasus perselingkuhannya dengan Syahnaz Sadiqah yang sempat bikin geger, kini Rendy kembali diterpa isu serupa, kali ini diduga dengan seorang teman yang dikenalnya melalui lingkungan gereja.
Kabar ini pertama kali mencuat dalam pemberitaan di YouTube Starpro Indonesia yang tayang pada Selasa, 22 Juli 2025.
Bila memang kabar tersebut benar, kejadian yang berulang ini tak pelak memicu pertanyaan bagi banyak orang. Apakah kebiasaan selingluh bisa disembuhkan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk memahami bahwa perselingkuhan yang berulang atau serial cheating sering kali bukan sekadar kesalahan sesaat atau "khilaf".
![Rendy Kjaernett dan Lady Nayoan di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2024) [Suara.com/Rena Pangesti]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/05/30/25353-rendy-kjaernett-dan-lady-nayoan.jpg)
Menurut para ahli psikologi, perilaku ini bisa berakar dari berbagai masalah personal yang kompleks dan mendalam. Beberapa penyebab umum di antaranya:
Ada beberapa penyebab umum sehingga orang kerap kali berselingkuh. Pertama, masalah kebutuhan validasi dan harga diri. Seseorang mungkin terus mencari afeksi dan perhatian dari luar hubungan utamanya untuk menutupi rasa insecure atau rendah diri.
Setiap "penaklukan" baru memberikan suntikan kepercayaan diri sementara, menciptakan siklus yang adiktif.
Penyebab kedua adalah kecanduan adrenalin. Bagi sebagian orang, sensasi dari hubungan rahasia, risiko ketahuan, dan kebohongan itu sendiri dapat memicu adrenalin.
Baca Juga: Main Serong The Changcuters: Lagu Lama yang Kembali Relevan di Tengah Skandal Perselingkuhan Artis
Mereka menjadi kecanduan pada "drama" dan perasaan bergairah yang ditimbulkannya, sesuatu yang mungkin tidak mereka temukan dalam hubungan jangka panjang yang stabil.
Penyebab ketiga adalah masalah kelekatan (Attachment Issues). Pola asuh dan pengalaman hubungan di masa lalu dapat membentuk gaya kelekatan seseorang. Individu dengan avoidant attachment style, misalnya, mungkin secara tidak sadar menyabotase keintiman dengan berselingkuh setiap kali hubungan menjadi terlalu serius.
Penyebab ketiga terkait kondisi kesehatan mental. Dalam beberapa kasus, perilaku selingkuh kompulsif bisa menjadi gejala dari kondisi lain, seperti gangguan kepribadian narsistik (NPD), di mana individu merasa berhak atas segalanya tanpa empati, atau hiperseksualitas.

Lantas bisakah kebiasaan selingkuh bisa disembuhkan?
Istilah "disembuhkan" mungkin kurang tepat, karena selingkuh bukanlah penyakit medis dalam klasifikasi formal seperti flu atau diabetes.
Namun, para ahli setuju bahwa perilaku ini bisa diubah dan diatasi, meskipun prosesnya sangat sulit dan menuntut komitmen penuh.
Langkah pertama dan terpenting adalah pengakuan dan penerimaan dari individu itu sendiri bahwa ia memiliki masalah. Tanpa kesadaran ini, perubahan tidak akan mungkin terjadi.
Tapi ada beberapa tips yang bisa dijalani agar tak kembali mengkhianati pasangan.
Pertama, terapi Individu. Melalui terapi, individu dapat menggali akar masalahnya, apakah itu trauma masa lalu, masalah harga diri, atau pola perilaku destruktif. Terapis akan membantu mengembangkan strategi koping yang lebih sehat untuk mengatasi pemicu keinginannya untuk selingkuh.
Kedua, terapi Pasangan (Couples Therapy). Jika pasangan memutuskan untuk mencoba memperbaiki hubungan, terapi pasangan menjadi krusial.
Fokusnya adalah membangun kembali komunikasi yang jujur, mengelola luka akibat pengkhianatan, dan menetapkan batasan-batasan (boundaries) yang jelas untuk masa depan. Kepercayaan yang telah hancur tidak bisa pulih dalam semalam, dan butuh bimbingan profesional untuk menavigasi proses yang menyakitkan ini.
Ketiga, membangun kembali komitmen dan empati. Pelaku harus belajar untuk berempati terhadap rasa sakit yang telah ditimbulkannya pada pasangan. Proses ini melibatkan tanggung jawab penuh atas tindakan mereka, tanpa menyalahkan pasangan atau keadaan.