Morris menambahkan, saat ini arti acungkan jari tengah telah mengalami pergeseran. Ia tidak melulu bermakna seksual atau penghinaan, namun bisa menjadi bentuk ekspresi kemarahan, protes politik, hingga simbol perlawanan generasi muda dalam musik dan budaya pop.
“Gestur ini tertanam dalam kehidupan sehari-hari di negara ini dan lainnya. Artinya bisa banyak hal, seperti protes, kemarahan, atau kegembiraan, tidak hanya phallus,” ujarnya.
Dalam sejarah lainnya, Diogenes Laertius, seorang filsuf abad ke-3, juga diketahui sering mengacungkan jari tengah kepada politisi Yunani, seperti Demosthenes, sebagai bentuk kritik terhadap demagogi politik.
Di kalangan bangsa Romawi, gestur ini dikenal sebagai digitus impudicus atau "jari hina" — simbol yang penuh ejekan dan sering dikaitkan dengan pelecehan seksual.
Menariknya, berbagai negara punya versi gestur penghinaan masing-masing. Di Prancis, ada bras d'honneur, yaitu mengangkat lengan sambil memukulnya dengan tangan lain.
Di Inggris, dikenal “two-fingered salute”, dua jari membentuk huruf "V" dengan punggung tangan menghadap depan, yang dikenal berasal dari masa Perang Agincourt tahun 1415.
Meski maknanya lebih beragam, gestur ini tetap menjadi simbol kuat dalam menyuarakan ketidakpuasan atau perlawanan.