Suara.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, kembali menjadi bahan perbincangan hangat di jagat maya.
Bukan hanya karena kebijakan kontroversialnya memblokir rekening dormant selama tiga bulan, tapi juga lantaran penampilannya yang mencuri perhatian, terutama soal jam tangan mewah yang dikenakannya.
Salah satu koleksinya bahkan ditaksir seharga Rp124 juta. Hal ini sontak membuat publik penasaran, berapa sih gaji Kepala PPATK?
Viral Punya Koleksi Jam Tangan Mewah
Sorotan terhadap jam tangan Ivan Yustiavandana bermula dari unggahan akun Instagram @luckchan.
Pemilik akun tersebut adalah seorang influencer yang rutin membahas koleksi jam tangan mewah milik para tokoh publik.
Dalam salah satu unggahannya, @luckchan mengulas tiga jenis jam tangan yang pernah dikenakan Kepala PPATK.
Pertama adalah Apple Watch Series 7 warna biru dengan harga sekitar Rp6,5 juta. Lalu ada juga Garmin Fenix 7 senilai Rp14,9 juta,
Kolekasi yang paling mencolok adalah Panerai Submersible Pam 305, sebuah jam tangan sport dengan harga mencapai Rp124 juta.
Baca Juga: PPATK: Perputaran Uang Judi Online di RI Diprediksi Tembus Rp1.100 Triliun pada 2025
Unggahan ini sontak menuai reaksi beragam dari warganet. Ada yang sekadar takjub, tapi banyak pula yang menyindir tajam, mempertanyakan sumber dana dan relevansi gaya hidup mewah seorang pejabat negara.
Tak sedikit pula yang bertanya-tanya, "Sebenarnya, berapa sih gaji Ketua PPATK?"
Rincian Gaji Kepala PPATK
Berdasarkan data yang tersedia, total penghasilan Kepala PPATK, termasuk gaji dan tunjangan, diperkirakan mencapai Rp61 juta hingga hampir Rp70 juta per bulan.
Rinciannya adalah gaji pokok dan tunjangan fungsional sekitar Rp24.134.000 per bulan.
Ivan Yustiavandana juga berhak atas Tunjangan Pajak Penghasilan (PPh), yakni sekitar Rp7.241.000 per bulan.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 84 Tahun 2019, tunjangan khusus pegawai PPATK disesuaikan dengan kelas jabatan.
Untuk level pimpinan seperti Kepala PPATK, nilainya bisa mencapai Rp47,5 juta per bulan.
Tak hanya gaji, Ketua PPATK juga mendapat fasilitas rumah dinas, dan mungkin tunjangan operasional serta kendaraan dinas sebagaimana pejabat setingkat eselon I lainnya.
Kekayaan Naik, Publik Curiga?
Dalam laporan LHKPN tahun 2023, harta kekayaan Ivan Yustiavandana dilaporkan mengalami peningkatan.
Meski tidak menyalahi aturan, hal ini tetap menjadi bahan spekulasi dan diskusi publik, apalagi di tengah panasnya isu pemblokiran rekening bank yang menyentuh nasabah biasa.
PPATK sendiri menyatakan bahwa kebijakan pemblokiran rekening dormant dilakukan demi mencegah tindak pidana, terutama judi online dan pencucian uang.
Namun kebijakan ini menuai protes keras dari masyarakat karena dianggap merugikan dan melanggar hak privasi.
Warganet menilai, di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum stabil, gaya hidup pejabat publik seperti Ketua PPATK seharusnya tidak mencolok.
Apalagi jabatan tersebut terkait langsung dengan pengawasan keuangan dan transaksi mencurigakan.
Melihat nominal penghasilan Ivan Yustiavandana, tentu membeli jam tangan mewah bukan hal mustahil secara finansial. Namun yang menjadi perdebatan adalah soal etika.
Seorang pejabat publik seharusnya tampil sederhana dan mengedepankan integritas, apalagi jika menjabat di lembaga yang bertugas memberantas transaksi mencurigakan.
Apalagi dalam kasus-kasus sebelumnya, PPATK pernah mengungkap adanya pembelian jam tangan mewah senilai ratusan juta rupiah dalam konteks investigasi terhadap kasus korupsi lain.
Harga koleksi jam tangan Ivan menjadi viral karena masyarakat mengaitkan lonjakan harta kekayaan dan jabatannya dengan gaya hidup mewah yang diduga dia miliki.
Di sisi lain, perlu juga diingat bahwa memiliki barang mewah bukan otomatis berarti hasil dari tindakan tidak sah.
Jika pembelian dilakukan secara sah, dengan sumber dana jelas dan sesuai profil kekayaan, maka tak ada pelanggaran hukum.
Namun demikian, transparansi dan sensitivitas sosial tetap menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik terhadap institusi negara seperti PPATK.
Kontributor : Chusnul Chotimah