Putra Hanung Bramantyo Bikin Film Kemerdekaan Pakai AI, Dibandingkan dengan Merah Putih: One for All

Ferry Noviandi Suara.Com
Senin, 18 Agustus 2025 | 21:15 WIB
Putra Hanung Bramantyo Bikin Film Kemerdekaan Pakai AI, Dibandingkan dengan Merah Putih: One for All
Putra Hanung Bramantyo, Barmastya Bhumi Bikin karya visual AI tentang kemerdekaan mendapat banyak pujian dari warganet. (Instagram/@barmastyabhumi)

Suara.com - Barmastya Bhumi Brawijaya diketahui mengikuti jejak sang ayah, Hanung Bramantyo, menekuni dunia perfilman.

Pada Senin, 18 Agustus 2025, Hanung memamerkan hasil karya visual AI sang putra bersama rekannya yang bernama Aldy Daffa.

"Kemerdekaan Indonesia seharusnya terjadi tanggal 24 Agustus 1945 atas pemberian Jepang," tulis Hanung Bramantyo dalam caption unggahannya di Instagram.

"Namun anak-anak Gen Z di zaman itu membajak kemerdekaan Indonesia agar tidak tercemar dari penjajah," lanjutnya.

Barmastya Bhumi diterangkan sebagai AI visual prompt Enginer, sementara Aldy Daffa sebagai Editor dan Prompt.

Mereka dibantu tiga rekannya yang lain sebagai Asisten Editor, Colour Grading, dan  production supervisor.

Hanung Bramantyo rupanya juga ikut terlibat yakni sebagai script dan producer.

"Berikut kisah seputar Kemerdekaan Indonesia yang penuh drama," imbuh Hanung Bramantyo.

Baca Juga: Hanung Bramantyo setelah Nonton Film Merah Putih: One for All: Ini Presenden Buruk

Karya Visual AI tentang kemerdekaan Indonesia itu diawali dari dijatuhkannya bom di Kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, oleh Amerika Serikat pada 6 dan 9 Agustus 1945.

Kejadian tersebut menandai kekalahan Jepang di perang dunia kedua.

Marshal Hisaichi Terauchi lantas mengundang Soekarno-Hatta ke Vietnam untuk membahas kemerdekaan Indonesia melalui badan bentukan Jepang, PPKI.

Zaskia Adya Mecca bersama putra sambungnya, Barmastya Bhumi Brawijaya. [Instagram]
Zaskia Adya Mecca bersama putra sambungnya, Barmastya Bhumi Brawijaya. [Instagram]

Di sisi lain, Sutan Sjahrir mendengar pernyataan Kaisar Hirohito melalui siaran radio yang memberikan kedaulatan Jepang kepada para sekutu.

Oleh sebab itu, Sutan Sjahrir meminta Soekarno-Hatta menolak kemerdekaan pemberian Jepang melalui PPKI.

Soekarno-Hatta menolak karena memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa PPKI terlalu berisiko.

Bukan hanya Sutan Sjahrir, Chaerul Saleh dan Sukarni Kartodiwirjo pun mendesak Soekarno-Hatta melakukan hal yang sama.

Mereka mendesak Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sebelum 24 Agustus 2025 yang disepakati dengan PPKI.

Karena tak digubris, para pemuda menculik Soekarno-Hatta yang dinilai akan mencederai kemurnian kemerdekaan Indonesia.

Soekarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok agar dapat berpikir jernih tanpa pengaruh Jepang.

Setelah berdebat, Soekarno-Hatta akhirnya mau menuruti permintaan mereka untuk memproklamasikan Indonesia sebelum 24 Agustus 2025.

Namun dengan syarat, Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta untuk menemui para petinggi Jepang agar tidak terjadi pertumpahan darah.

Pernyataan para pemuda ternyata ada benarnya. Jepang mengingkari janji kemerdekaan dan malah akan menyerahkan Indonesia kepada sekutu.

Pengkhianatan tersebut akhirnya membuat Soekarno-Hatta yakin memproklamasikan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Soekarno-Hatta dibantu Laksamana Tadashi Maeda untuk menjamin keselamatan mereka saat proklamasi.

Cerita dalam karya visual AI Barmastya Bhumi tersebut bukan karangan belaka.

Hanung Bramantyo mengungkap sumbernya dari buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams dan Ayahku Maruto Nitimihardjo: Mengungkap Rahasia Gerakan Kemerdekaan karya Hadidjojo.

Hanung juga merangkum cerita dari buku Djakarta 1945: Awal Revolusi Kemerdekaan karya Julius Pour dan Merdeka oleh Harry Poeze-Henk Schulte.

Walau karya visual AI, karya Barmastya Bhumi putra Hanung Bramantyo tersebut ramai menuai pujian.

"Keren. Alur ceritanya bagus biarpun AI dan salut pada Mas Hanung yang juga tetap menghargai karya AI karena kolaborasi manusia dengan AI akan terjadi di masa depan, menghasilkan karya-karya super hebat," komentar akun @soegimi***.

"Penggunaan AI yang tepat yaitu seperti ini, menceritakan sejarah dengan visualisasi yang baik. Terima kasih Mas Bhumi sudah bikin karya terbaik," sahut akun @fiet_t***.

Warganet juga membandingkan karya visual AI Barmastya Bhumi dengan film Merah Putih: One for All yang baru-baru ini tayang di bioskop.

Biaya pembuatan karya visual AI putra Hanung Bramantyo bikin penasaran, lantaran film Merah Putih: One for All kabarnya menelan Rp6,7 miliar kendati sudah dibantah.

"Boleh spil habis berapa M mas @hanungbramantyo?" tanya akun @maknez***.

"Kalau shooting beneran di atas Rp20 M, tapi kalau AI kita belum tahu apakah AI Indonesia sudah layak untuk layar lebar," timpal Hanung Bramantyo.

"Budget bikin filmnya berapa M nih?" tanya akun @zulfakha***.

"Rp6,7 M. Cuma dikasih ke saya cuma Rp1 juta. Sisanya entah," balas Hanung Bramantyo yang agaknya menyindir film Merah Putih: One for All.

"Tetep bagusan one for all," komentar akun @abdurrohman*** yang dibalas Hanung hanya dengan emoji tertawa terbahak-bahak.

Kontributor : Neressa Prahastiwi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI