Amel Carla Kasih Nilai 3/10 untuk Film Merah Putih One For All, Kok Malah Kena Semprot Netizen?

Dinda Rachmawati Suara.Com
Selasa, 19 Agustus 2025 | 14:35 WIB
Amel Carla Kasih Nilai 3/10 untuk Film Merah Putih One For All, Kok Malah Kena Semprot Netizen?
Amel Carla ditemui di Plaza Senayan, Jakarta Pusat pada Senin, 19 Mei 2025. [Suara.com/Rena Pangesti]

Suara.com - Film animasi Merah Putih: One For All resmi tayang di bioskop sejak 14 Agustus lalu. Namun, bukannya menuai pujian, film ini justru memicu perdebatan panas di kalangan penonton. 

Media sosial sempat heboh dengan trailer film garapan rumah produksi Perfiki Kreasindo itu, terutama karena anggaran produksinya disebut mencapai Rp6,7 miliar.

Sayangnya, kualitas animasi yang ditampilkan dinilai jauh dari ekspektasi. Banyak warganet yang menghujat dan membandingkannya dengan film animasi lokal Jumbo, bahkan di situs populer IMDb film ini juga habis-habisan dicerca.

Salah satu yang ikut angkat suara adalah artis Amel Carla. Melalui akun TikTok pribadinya, Amel mengunggah video bertajuk Amel Review yang berisi ulasan jujurnya setelah menonton film tersebut.

“Menurut gue nilainya adalah 3 out of 10. Yes, 3 out of 10. And I have my reasons, do you wanna know?” ujar Amel membuka videonya.

Kritik dari Amel Carla

Amel mengaku bukan animator, tetapi pecinta film animasi. Dalam ulasannya, ia menilai ada banyak hal yang membuat Merah Putih: One For All terasa kurang memuaskan.

Soal cerita, Amel menyebut alurnya tidak realistis. “Mereka tuh di desa, nyari bendera melewati hutan. Tapi 60%, atau bahkan 80% dari filmnya berada di hutan. Gue kira cuma lewat, ternyata benderanya ada di hutan,” tuturnya.

Dari sisi visual, ia juga menyoroti detail teknis animasi yang menurutnya kurang maksimal. “Walaupun ini animasi 3D, kurang banget ambient occlusion atau bayangan-bayangan di beberapa bagian animasi yang membuatnya lebih hidup,” jelas Amel.

Baca Juga: Ulasan Film Merah Putih: One For All, Niat Baik yang Tersandung Eksekusi!

Ia menambahkan bahwa sebagian besar pengambilan gambar terasa repetitif. “Menurut gue 90% dari animasi tersebut shot-nya adalah close up. Sampai ada beberapa bagian wajah yang kepotong. Masalahnya, jadi feel mereka ngobrol satu sama lain tuh bener-bener kurang banget,” katanya.

"Yang lucu, di beberapa scene mereka bersama—misalnya lagi jalan terus salah satu ada yang ngomong—mulutnya gak kebuka. Jadi kita bingung siapa yang ngomong," tambah Amel lagi.

Selain visual, Amel juga mengkritik aspek audio. Baginya, suara dialog kalah dengan musik latar yang terlalu keras.

“Back sound-nya kegedean. Kayak kalau kalian ngedit di CapCut, sound-nya ditaruh di 60–70%. Akhirnya dialognya jadi samar. Padahal lagunya enak, tapi kenceng banget. Kita nonton di bioskop biasa aja rasanya kayak IMAX,” ungkapnya.

Meski lebih banyak menyoroti kekurangan, Amel mengaku tetap menemukan satu momen yang menyenangkan, yakni saat seluruh penonton berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama di akhir film.

“Terutama di 5 menit terakhir sih. It’s so fun karena ada lagu Indonesia Raya. Kita satu studio berdiri, nyanyi bareng, dan pas selesai kita tepuk tangan juga,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI