Suara.com - Roy Suryo bersama Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma atau akrab dipanggil dr Tifa membuat gebrakan baru.
Sebagai orang-orang yang vokal menuding ijazah kuliah Jokowi palsu, mereka tak hanya koar-koar saja namun melahirkan sebuah buku berjudul Jokowi's White Paper.
Mereka menyebut buku ini sebagai hadiah untuk 80 tahun Kemerdekaan Indonesia.
Tak hanya sekadar tulisan opini, mereka mengklaim isi buku dengan 700 halaman itu hasil investigasi dan analisis ilmiah dari para penulis.
Gambaran Umum Isi Buku Jokowi's White Paper
![Buku Jokowi's White Paper karangan Roy Suryo cs [X]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/19/32793-buku-jokowis-white-paper-karangan-roy-suryo-cs-x.jpg)
Secara umum buku ini mencakup beberapa hal mulai dari pendahuluan dan sejarah kecurigaan ijazah Jokowi, investigasi dan temuan, analisis ilmiah dari penulis dengan keahliannya masing-masing dan kesimpulan.
Buku ini memuat dokumentasi awal mula isu dugaan ijazah palsu Jokowi, termasuk pernyataan dari tokoh-tokoh nasional seperti Prof Mahfud MD dan mendiang Buya Syafii Maarif, yang memicu diskusi publik.
Para penulis mengaku melakukan investigasi langsung, termasuk mengunjungi Fakultas Kehutanan UGM untuk menelusuri skripsi Jokowi.
Mereka mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan pada dokumen-dokumen yang mereka teliti.
Baca Juga: 7 Fakta Isi Buku Jokowi's White Paper Karya Roy Suryo Cs, Hampir 700 Halaman
Kemudian ada tiga analisi ilmiah dari masing-masing penulis, antara lain:
![Soft launching buku Jokowi's White Paper oleh Roy Suryo Cs di resto UC UGM, Senin (18/8/2025). [Hiskia/Suarajogja]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/19/97803-soft-launching-buku-jokowis-white-paper-oleh-roy-suryo-cs-di-resto-uc-ugm-senin-1882025.jpg)
1. Digital Forensik
Rismon Sianipar melakukan analisis forensik digital terhadap ijazah yang beredar, termasuk membandingkan spektrum warna dan mendeteksi adanya overlapping detection pada watermark dan tanda tangan.
2. Telematika
Roy Suryo menyajikan analisis berbasis telematika untuk mendukung klaim mereka.
3. Neuropolitika