- Rahayu Saraswati mundur dari DPR akibat pernyataan kontroversialnya.
- Mahfud MD menilai Saraswati berkualitas dan korban dinamika politik.
- Reaksi publik terbelah antara apresiasi dan kritik isu privilese.
Suara.com - Pengunduran diri politisi Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, dari kursi anggota DPR RI memicu berbagai reaksi.
Salah satu sorotan paling tajam datang dari mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, yang menyebut keponakan Presiden Prabowo Subianto itu sebagai sosok berkualitas yang menjadi korban dinamika politik.
Melalui unggahan di media sosial X, Mahfud MD secara terbuka memuji kompetensi Saraswati selama menjabat sebagai wakil rakyat.
Ia mengenang pertemuannya dengan Saraswati dan menilai sang politisi memiliki kapabilitas yang mumpuni.
"Sebenarnya Saraswati itu berkualitas dan profesional sebagai anggota DPR," tulis Mahfud.
"Saya pernah bertemu dengannya di Malang. Saras cerdas, tahu tupoksi, dan correct," sambungnya, memberikan testimoni positif terhadap integritas dan pemahaman Saraswati akan tugasnya.
Namun, menurut Mahfud, kualitas tersebut tidak cukup untuk membendung tekanan publik yang masif.
Ia berpendapat bahwa Saraswati terpaksa mengambil langkah mundur akibat terjangan badai politik yang dipicu oleh pernyataannya sendiri.
"Tetapi karena terjadi badai politik yang menerjang DPR maka Saraswati ikut menjadi korban," tambah Mahfud.
Baca Juga: Soal Ferry Irwandi, Komisi I DPR Beri Pesan ke TNI: Banyak Kasus Lain yang Lebih Urgent Ditindak
Dalam penjelasan lanjutannya di kolom komentar, Mahfud mengidentifikasi pemicu utama kontroversi tersebut.
"Statement Saras yang sudah agak lama jadi pemicu. Dia bilang seharusnya generasi muda menunggu lapangan kerja dari Pemerintah tetapi harus kreatif menciptakan lapangan kerja sendiri. Itu dianggap keliru oleh netizen. Modalnya dari mana? kata netizen," terangnya.
Seperti diketahui, Rahayu Saraswati secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya melalui sebuah video berdurasi enam menit di akun Instagram pribadinya pada Rabu (10/9/2025) malam.
Keputusan ini diambil setelah pernyataannya yang mendorong anak muda untuk berwirausaha ketimbang bergantung pada pemerintah menuai kritik pedas.
Saraswati mengakui bahwa potongan ucapannya telah melukai perasaan banyak pihak, terutama generasi muda yang sedang berjuang di tengah keterbatasan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, ia meminta maaf secara terbuka dan memilih untuk meletakkan jabatannya.
Meski mendapat pembelaan dari Mahfud, reaksi publik di media sosial terbelah.
Sebagian warganet mengapresiasi keberanian Saraswati untuk mundur, menganggapnya sebagai contoh pejabat yang bertanggung jawab.
Namun, tidak sedikit yang melontarkan kritik tajam, menyoroti isu privilese dan nepotisme yang dianggap melekat pada dirinya.

"Pak, banyak seumuran dia yang jauh lebih 'cerdas, tahu tupoksi, dan correct'. Persoalan yang diungkit netizen bukan cuma soal wirausaha, tapi kebebalan dan blind spot soal privilese nepotismenya," tulis seorang warganet, menggarisbawahi bahwa kritik terhadap Saraswati lebih dalam dari sekadar salah ucap.
Kasus ini pun menjadi cerminan kompleksitas diskursus publik, di mana kualitas personal seorang pejabat harus berhadapan dengan persepsi dan latar belakang yang melekat pada dirinya.