Suara.com - Setelah sukses digelar tahun lalu, Jakarta Music Con (JMC) 2025 kembali hadir dengan semangat baru. Hari pertama dibuka dengan dua rangkaian talk sessions bertajuk Bicara Musik dan Bisik Musik, yang menghadirkan musisi, kreator, serta profesional industri untuk berbagi pandangan tentang perjalanan mereka di dunia musik. Dalam suasana akrab, para pembicara membahas bagaimana karya, pengalaman pribadi, dan kolaborasi lintas bidang membentuk wajah ekosistem musik masa kini.
Mengusung semangat kolaborasi dan eksplorasi lintas disiplin, hari pertama JMC menjadi ruang bertukar ide dan inspirasi. Diskusi mengalir dari proses produksi dan distribusi musik hingga strategi kolaborasi antara musisi, brand, dan komunitas kreatif, menunjukkan luasnya peluang di industri musik Indonesia saat ini.
Andri Verraning Ayu, CEO Antara Suara, mengatakan, Jakarta Music Con bukan sekadar festival musik, tetapi wadah kolaboratif bagi para pelaku kreatif untuk saling berbagi pengetahuan dan inspirasi.
“Melalui program Bicara Musik dan Bisik Musik, kami ingin menunjukkan bahwa kekuatan industri musik Indonesia tumbuh dari jejaring, percakapan, dan kolaborasi lintas bidang. Melihat audiens begitu terhubung dengan cerita para musisi membuat kami yakin bahwa musik bukan hanya karya, tetapi juga cara manusia memahami diri dan dunia di sekitarnya," ujarnya.
Jakarta Music Con 2025 menjadi destinasi bagi siapa saja yang memiliki passion terhadap musik dan ingin mengenal lebih jauh dunia di baliknya. Baik musisi yang tengah merintis karier, mahasiswa musik, profesional industri, maupun penggemar sejati, JMC menghadirkan kesempatan langka untuk menyelami bagaimana dunia musik sebenarnya bekerja.
Musik Sebagai Cerita, Identitas, dan Kolaborasi
Sesi Bicara Musik pertama bertajuk Brand x Band: Where Music, Stories, and Collaboration Converge berkolaborasi dengan LOCALFEST. Musisi Rafi Sudirman dan Billy Dewanda (Content Manager & Produser LOCALFEST) berbagi kisah tentang membangun identitas musisi dan kolaborasi lintas komunitas; menekankan bahwa kolaborasi yang baik lahir dari kesamaan nilai dan tujuan, bukan sekadar strategi promosi. Peserta terinspirasi bagaimana musik dapat menjadi medium yang menghubungkan brand, audiens, dan budaya secara otentik.
Sesi berikutnya, From Backstage to Onstage: Entering the Festival Ecosystem, hasil kolaborasi dengan Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), menghadirkan Gerhana Banyubiru (Founder The Sounds Project) dan Ferry Dermawan (Founder Joyland Festival). Mereka mengajak audiens menelusuri dunia festival dari balik layar dari kurasi lineup, produksi teknis, hingga manajemen hubungan dengan artis dan penonton menunjukkan betapa kompleks dan kolaboratifnya proses di balik setiap pertunjukan musik.
Menjelang sore, sesi Turning Tales into Tunes: How Personal Stories Transform into Music menghadirkan momen emosional bersama Gemat ‘Sailormoney’ dan Monica Karina, dimoderatori oleh Canti Tachril dan Sarra Tobing dari Dixi’s (The Maple Media). Dalam suasana hangat dan jujur, mereka berbagi kisah pribadi di balik lagu-lagu mereka, menghadirkan ruang intim di mana musik dan cerita saling bertaut.
Baca Juga: Momen Langka, Guruh Gipsy Tampil di Synchronize Fest Usai 50 Tahun Vakum
Menyelami Proses Produksi dan Ekosistem Pendapatan Musik
Pada sesi Bisik Musik, fokus beralih ke dunia di balik layar industri. Kolaborasi dengan PPC Production menghadirkan Band Production Management 101 with PPC bersama Bayu Perkasa (FOH Engineer Barasuara & Lomba Sihir) dan Adam Imaddudin (Head Crew & Monitor Engineer Lomba Sihir). Mereka berbagi pengalaman tentang pentingnya manajemen produksi yang solid—dari persiapan teknis, soundcheck, hingga manajemen panggung agar setiap pertunjukan berjalan profesional dan lancar.
Secara bersamaan, kolaborasi dengan TuneCore Indonesia lewat sesi Music Without Borders: Drop Tracks, Gain Fans, Repeat menghadirkan Andi Arya Dwi Putra (Senior Country Coordinator) dan Gian Hashemi (Community Relations Specialist). Diskusi membuka wawasan tentang peluang distribusi global bagi musisi independen, menekankan bahwa setiap rilisan bisa menjadi “paspor” menuju audiens baru di berbagai negara serta pentingnya keberlanjutan karier di era streaming.
Kolaborasi berlanjut bersama Massive Music Entertainment melalui sesi Royalties Uncovered: The Hidden Revenue Behind Every Song, menghadirkan Franki Indrasmoro (Pepeng), mantan personel Naif sekaligus Membership Manager Massive Music, dimoderatori oleh Aria Baja (Business Manager Laleilmanino). Mereka membedah pentingnya pemahaman hak cipta dan sistem royalti di era digital, termasuk mekanisme pengumpulan, distribusi, dan tantangan transparansi yang dihadapi pelaku musik.
Musik, Visual, dan Cerita yang Menyatu
Sebagai penutup malam, sesi Echoforms: Story in Sound and Design berkolaborasi dengan Grafis Masa Kini menampilkan Dian Tamara (Film Director), Djali (Desainer dan Ilustrator), serta Moses Sihombing (Fotografer), dimoderatori oleh Alessandra Langit (Editor dan Penulis). Mereka berbagi perspektif tentang bagaimana desain dan musik dapat berpadu membentuk pengalaman budaya yang lebih kaya dan emosional.