Pondok Pesantren Lirboyo tengah menjadi sorotan usai tayangan dari program Xpose Uncensored Trans7.
Tayangan dari program tersebut dianggap menyinggung pesantren salaf hingga memunculkan gelombang protes dari santri dan alumni.
Bahkan sampai muncul wacana #boikotTrans7 yang kemudian membuat pihak Trans7 melakukan klarifikasi dan permintaan maaf.
Kontroversi ini pun membuat publik bertanya tentang kekuatan Pesantren Lirboyo yang begitu kokoh.
Nah, berikut ulasan tentang kekuatan Pesantren Lirboyo yang membuat Trans7 gercep dan langsung minta maaf usai ramai seruan boikot.
1. Fondasi Kekuatan Lirboyo

Kekuatan utama Lirboyo bersumber dari fokusnya pada kajian kitab kuning secara mendalam.
Sejak awal berdiri, pesantren ini konsisten mempertahankan sistem pembelajaran berbasis turats (kitab klasik), yang menjadi ruh pendidikan Islam tradisional.
Di tingkat lanjut, Mahad Aly Lirboyo menjadi pusat pengkajian ilmu keislaman dengan pendekatan ilmiah yang tetap berakar pada metode salaf.
Baca Juga: Sejarah Pondok Pesantren Lirboyo, Telah Berdiri Sejak Tahun 1910
2. Adaptasi Sistem Pendidikan

Walau fokus pada kajian kitab kuning, adaptasi sistem pendidikan di Lirboyo juga menjadi kunci kokohnya pesantren yang sudah berusia 100 tahun ini.
Meski memegang teguh tradisi, Lirboyo tidak menutup diri terhadap perkembangan zaman.
Sejak tahun 1925, pesantren ini menerapkan sistem pendidikan berjenjang yang kini dikenal sebagai Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien.
Langkah itu menunjukkan bahwa modernisasi bisa berjalan seiring dengan pelestarian nilai-nilai lama.
3. Identitas dan Peran Strategis dalam NU

Sebagai pesantren salaf Lirboyo memiliki ikatan historis dan kultural kuat dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Lirboyo juga memainkan peran penting sejak masa perjuangan kemerdekaan hingga kini.
Bahkan pesantren ini menjadi salah satu pusat studi Islam yang melahirkan banyak ulama dan tokoh masyarakat yang berpengaruh dalam berbagai bidang.
Identitas itu menjadikan Lirboyo bukan hanya lembaga pendidikan, tapi juga simpul penting dalam jaringan sosial-keagamaan NU di Indonesia.
4. Kharisma Kiai dan Ketaatan Santri

Kharisma dan keteladanan para kiai, terutama pendiri pesantren KH Abdul Karim, menjadi fondasi spiritual Lirboyo.
Para kiai tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menanamkan nilai adab, kesederhanaan, dan keteguhan iman.
Di sisi lain, ketaatan santri kepada kiai bersifat hampir sakral yang membentuk kekuatan moral sehingga menjaga pondok tetap kokoh.
Artinya hubungan guru dan murid di sini bukan sekadar akademis, melainkan spiritual dan emosional.
5. Tradisi Salaf dan Reproduksi Keilmuan

Dalam menghadapi modernitas, Lirboyo menurut Rahman (2020) memilih pola kebertahanan melalui ‘reproduksi’, bukan perubahan radikal.
Pertama, dengan menjaga sistem sosial yang menempatkan pesantren sebagai warisan leluhur yang wajib dilestarikan.
Kedua, dengan memperluas paradigma keilmuan dari ilmu agama murni menuju perpaduan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Ketiga, dengan desentralisasi tata kelola, memberi otonomi bagi pondok cabang agar tetap dinamis tanpa kehilangan arah.
6. Solidaritas Alumni dan Marwah Pesantren

Jaringan alumni Lirboyo menjadi elemen penting dalam menjaga eksistensi pesantren.
Mereka tersebar di berbagai sektor dari pendidikan, sosial, hingga politik namun tetap memiliki ikatan emosional yang kuat.
Tak jarang, ketika pondok mendapat sorotan negatif, para alumni dan santri bersatu membela nama baik pesantren.
Seperti yang sedang terjadi saat ini antara Lirboyo dan Trans7 sehingga memunculkan reaksi keras.
Hal ini jadi bukti bahwa Lirboyo telah membentuk identitas kolektif yang solid dan memiliki daya tahan luar biasa terhadap perubahan maupun tekanan luar.
Dengan kombinasi antara tradisi kuat, adaptasi cerdas, dan solidaritas kuat, Lirboyo tetap menjadi salah satu pesantren paling disegani di Indonesia.
Kontributor : Safitri Yulikhah