- Soundrenaline Medan menghadirkan festival multi-lokasi dengan suasana kota yang hidup.
- Konsep DJ keliling menjadi daya tarik utama yang menyatu dengan ruang publik.
- Musisi nasional, lokal, dan sesi kreatif memperkuat ekosistem seni Medan.
Suara.com - Kota Medan kembali menegaskan dirinya sebagai salah satu poros kreativitas paling dinamis di Indonesia lewat gelaran Soundrenaline “Sana-Sini Medan” pada 22 November 2025.
Mengambil format multi-lokasi yang menyebar di empat titik kota, Lapangan Benteng, Jalan Ahmad Yani, District 10, dan Simpul Kota festival musik ini menghadirkan pengalaman yang terasa hidup, bergerak, dan menyatu dengan denyut urban Medan.
Sebanyak 3.000 pengunjung berpindah dari satu ruang ke ruang lain, merayakan musik, seni, obrolan kreatif, hingga aksi komunitas sepanjang hari.
Di tengah keragaman program dan energi lintas skena, Medan menghadirkan satu elemen khas yang menjadi sorotan, konsep DJ keliling.
Di antara keramaian kota yang tak pernah benar-benar diam, DJ Jomsky mengubah jalanan Kesawan hingga Lapangan Benteng menjadi panggung mobile.
Tiga putaran keliling kota itu bukan sekadar gimmick, tetapi cara baru menghadirkan festival kepada publik, membuat musik mendatangi orang-orang yang sedang lalu lalang, menghapus batas antara penonton dan performer.
Dalam konteks kota yang begitu akrab dengan aktivitas jalanan, ide ini terasa sangat organik, seolah Soundrenaline menyatu dengan Medan tanpa perlu memaksa diri.
Sementara panggung-panggung besar di Lapangan Benteng dan Jalan Ahmad Yani diisi oleh White Shoes & The Couples Company, The SIGIT, eleventwelfth, dan Grrrl Gang, atmosfer kota tetap terasa cair.
Sesi eleventwelfth di The Stage menjadi salah satu momen paling jujur tentang bagaimana seorang musisi memandang festival lintas ruang seperti ini.
Baca Juga: Profil Ronny Pasla, dari Lapangan Tenis hingga Jadi Ikon di Bawah Mistar Timnas Indonesia
“Soundrenaline berhasil membawa suatu konsep yang di Indonesia belum familiar. Ada panggung yang gede banget, ada yang gigs lebih intimate. Ada talkshow. Seru kita lihatnya. Lebih seru konsep yang kayak gini sih. Lebih ngerangkul dan ngelibatin banyak pihak. Jadi orang gak cuman nonton band doank, tapi juga ada aktivasi seru lainnya,” ujar eleventwelfth.
Pendapat ini seakan mengafirmasi bahwa identitas Soundrenaline tahun ini memang dibangun dari keberagaman pengalaman, bukan hanya dari besarnya panggung.
Di sisi lain, Simpul Kota dan District 10 menjadi pusat wacana kreatif. Basboi, Rio dari White Shoes & The Couples Company, hingga Onggooo mengurai hubungan antara musik dan seni visual dalam konteks kolaborasi yang semakin melebur.
Di The Lab, Rekti Yuwono dari The SIGIT membuka bagaimana pencarian identitas bermusik tak pernah berhenti. Memurutnya, sound atau suara itu memang alat utama bagi siapapun yang ingin bermusik, baik untuk manggung atau rekaman.
"Suara menjadi penguat dalam karyanya. Pencarian identitas bermusik enggak akan habis sampai tua. Sampai nanti udah kakek-kakek sekalipun. Dunia terus berubah, dan orang selama masih hidup akan beradaptasi dengan perubahan itu,” ujarnya.
Refleksinya menjadi penanda bahwa Soundrenaline tak hanya memamerkan karya, tetapi juga membagi perjalanan kreatif di baliknya.