Kontroversi RUU KUHP, YKP Sebut Aborsi Korban Perkosaan Bukan Ranah Pidana

Selasa, 24 September 2019 | 10:27 WIB
Kontroversi RUU KUHP, YKP Sebut Aborsi Korban Perkosaan Bukan Ranah Pidana
Sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI, Jakarta, Senin (23/9). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

"Kriminalisasi terhadap pelaku aborsi dan pemberi layanan tanpa melihat alasannya sangat merugikan. Itu kan seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah diperkosa, hamil, harus menanggung bayi yang tidak diinginkan, aborsi, dikriminalisasi pula karena tindakannya," ungkapnya.

Berikut ini bunyi pasal 470 dan 471 di RUU KUHP yang dinilai merugikan perempuan korban aborsi:

Pasal 470 ayat 1 berbunyi, "Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun,".

Ilustrasi aborsi. (Shutterstock)
Ilustrasi aborsi. (Shutterstock)

"Jika aborsi dilakukan tanpa persetujuan perempuan hamil, maka pelaku terancam 12 tahun penjara. Jika aborsi menyebabkan kematian perempuan hamil, pelaku aborsi akan dipenjara 15 tahun," bunyi ayat 2 pasal tersebut.

Aturan tersebut juga tertuang dalam Pasal 417 ayat 1 dan 2.

"Setiap orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun," isi pasal tersebut.

Dan pada ayat 2 disebutkan, "Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun,".

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI