Kenapa Ada Orang Percaya Teori Konspirasi? Berikut Penjelasan Psikologisnya

Rabu, 29 April 2020 | 03:20 WIB
Kenapa Ada Orang Percaya Teori Konspirasi? Berikut Penjelasan Psikologisnya
Unggahan Jerinx SID [Instagram/jrxsid]

Suara.com - Belakangan, jagat media ramai dengan perilaku drummer Superman Is Dead (SID), Jerinx atau dikenal Jerinx SID. Ia menganggap bahwa wabah virus corona merupakan bagian dari teori konspirasi di tengah pandemi corona (Covid-19).

Sebenarnya bukan hanya Jerinx, bahkan beberapa negara mulanya saling tuding soal virus corona sebagai senjata biologis. Hingga teori konspirasi mengenai 5G sebagai penyebab Covid-19.

Dalam sejarah, teori konspirasi sudah ada sejak lama, namun baru-baru ini diteliti secara psikologi. Melansir dari Business Insider, berikut adalah beberapa kondisi yang menyebabkan seseorang memercayai teori konspirasi.

Psikologi di Balik Teori Konspirasi

Para peneliti telah bekerja keras memeriksa mengapa sebagian kecil populasi percaya, dan bahkan berkembang, pada teori konspirasi.

John M. Grohol, PsyD, pendiri dan pemimpin redaksi PsychCentral.com, seorang ahli teknologi kesehatan mental dan perilaku manusia, merangkum karakteristik yang terkait dengan seseorang yang cenderung percaya pada teori konspirasi.

"Ciri-ciri kepribadian seperti keterbukaan terhadap pengalaman, ketidakpercayaan, persetujuan yang rendah, dan Machiavellianisme dikaitkan dengan keyakinan konspirasi," tulisnya di PsychCentral.com.

Menurutnya, dalam hal proses kognitif, orang-orang dengan keyakinan konspirasi yang lebih kuat lebih cenderung melebih-lebihkan kemungkinan peristiwa yang terjadi secara bersamaan. Mereka cenderung mengaitkan intensionalitas di mana hal itu tidak mungkin ada dan memiliki tingkat pemikiran analitik yang lebih rendah.

Ilustrasi tentang teknologi jaringan 5G (Shutterstock).
Ilustrasi tentang teknologi jaringan 5G (Shutterstock).

Teori Konspirasi Membuat Seseorang Merasa Istimewa

Baca Juga: Tak Diizinkan Berobat, Pejuang Agraria Hermanus Meninggal di Sel Tahanan

Penelitian Lantian et al. (2017) meneliti peran kebutuhan akan keunikan, seseorang dengan keyakinan teori konspirasi menemukan korelasi tersebut.

"Kami berpendapat bahwa orang yang sangat membutuhkan keunikan lebih mungkin mendukung keyakinan konspirasi karena teori konspirasi mewakili kepemilikan informasi yang tidak konvensional dan berpotensi langka," tulis penelitian tersebut.

Mengutip tulisan Mason, John M. Grohol, PsyD menyatakan bahwa teori konspirasi mengandalkan narasi yang merujuk pada pengetahuan rahasia (Mason, 2002), informasi yang dianggap tidak dapat diakses oleh semua orang atau ekslusif.

Orang yang Percaya Teori Konspirasi Cenderung Terasing dan Teralienasi secara Sosial

Pada penelitian Molding (2016) juga menggali karakteristik orang-orang yang percaya pada teori konspirasi dalam dua studi.

Telah dicatat bahwa individu yang mendukung teori konspirasi cenderung lebih tinggi dalam ketidakberdayaan, isolasi sosial, dan anomia yang secara luas didefinisikan sebagai pelepasan subjektif dari norma-norma sosial.

Keterputusan seperti itu dari tatanan sosial normatif dapat menghasilkan pemikiran konspiratif yang lebih besar karena sejumlah alasan terkait. Pertama, individu yang merasa teraleniasi akibatnya dapat menolak penjelasan peristiwa konvensional, karena mereka menolak legitimasi sumber penjelasan ini.

Karena orang-orang ini merasa terasing dari rekan-rekannya, mereka beralih ke kelompok konspirasi untuk rasa merasa memiliki komunitas. Mereka menjadikan teori konspirasi sebagai subkultur yang berpotensi membuat mereka merasa diakui.

Orang yang merasa tidak berdaya juga dapat mendukung teori konspirasi karena teori ini bisa membantu individu menghindari kesalahan atas kesulitan mereka. Dalam pengertian ini, teori konspirasi memberikan rasa keamanan dan kontrol atas dunia yang tidak terduga dan berbahaya.

Orang-orang yang tidak merasa menjadi bagian dari satu kelompok lebih cenderung percaya pada teori konspirasi.

Novel Coronavirus (nCoV) alias virus corona yang sedang mewabah di China. (Shutterstock)
Novel Coronavirus (nCoV). (Shutterstock)

Teori Konspirasi Didorong oleh Orang, Bukan Fakta

Anda tidak dapat benar-benar berdebat dengan orang-orang yang percaya pada teori konspirasi karena kepercayaan mereka tidak rasional.

Kepercayaan mereka sering kali berdasarkan pada ketakutan atau paranoia ketika dihadapkan dengan bukti faktual. Hal itu dikarenakan teori konspirasi didorong oleh orang-orang yang percaya dan menyebarkannya bukan pada dukungan faktual atau alasan logis dari teori itu sendiri.

Teori konspirasi tidak akan hilang, selama ada orang yang mempercayainya. Internet dan situs media sosial membuat teori seperti itu lebih mudah untuk disebarkan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI