Namun, meskipun tuntutan mundur dari parlemen terus disuarakan, penulis biografi Johnson, Andrew Gimson, mengatakan dia tidak mungkin mundur kecuali dipaksa oleh kolega-koleganya di parlemen.
"Dia akan mencari jalan untuk melalui (masalah) ini. Dia bukan tipe orang yang mudah mengundurkan diri," kata Gimson.
Ketika kabar tentang pesta pertama kali muncul, Johnson mengatakan tidak bisa berkomentar sampai penyelidikan internal yang dipimpin oleh Sue Gray, pejabat senior pemerintah, menyimpulkan bahwa Johnson dan pejabatnya mengadakan pesta yang melanggar aturan.
Menanggapi seruan pengunduran dirinya, Johnson kembali menyebut penyelidikan Gray.
"Saya tidak bisa mendahului kesimpulan dari penyelidikan itu saat ini, saya telah cukup belajar untuk mengetahui bahwa ada hal-hal yang kami lakukan tidak benar. Dan saya harus bertanggung jawab," kata dia.
Hanya dua tahun setelah memenangi pemilu dan kurang dari enam tahun setelah memimpin kampanye Brexit menuju kemenangan dalam referendum UE 2016, spekulasi tentang kepemimpinan Johnson kini meluas.
Ada desas-desus bahwa para anggota parlemen dari Konservatif sedang "mengasah pisau mereka". Mereka bisa mengusulkan perubahan kepemimpinan jika 54 dari 360 anggota parlemen menulis surat tidak percaya.
Bulan lalu, Konservatif kehilangan kursi parlemen yang telah mereka kuasai selama hampir 200 tahun. Sementara itu, keunggulan mereka atas Partai Buruh dalam jajak-jajak pendapat juga telah meredup.
Serangkaian salah-langkah dan skandal serta kemarahan publik atas penanganan COVID pemerintah, kenaikan tagihan listrik, dan kekhawatiran pada lonjakan inflasi telah memicu kegelisahan Konservatif. [ANTARA]
Baca Juga: Tuchel Tolak Anggapan Satu Kaki Chelsea Sudah di Final Piala Liga