KTT G20: Save the Children Minta Pemimpin Dunia Perhatikan Kesejahteraan Anak-anak

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Rabu, 09 Maret 2022 | 22:39 WIB
KTT G20: Save the Children Minta Pemimpin Dunia Perhatikan Kesejahteraan Anak-anak
Akomodasi kawasan The Nusa Dua untuk KTT G20. (Dok. ITDC)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Lebih lanjut disampaikan bahwa 21 persen dari perempuan muda menikah sebelum mereka berulang tahun ke-18. DQ (Digital Quotient) Institute (2020) menemukan bahwa secara global anak-anak berusia 8–12 tahun mengalami masalah yang dinamakan cyber pandemic.

Terdapat 60 persen anak-anak 8–12 tahun terpapar dengan risiko dunia digital di antaranya bertemu dengan orang-orang asing atau mengalami pelecehan seksual, kekerasan atau muatan pornografi, ancaman, gangguan media sosial, cyber-bullying, dan risiko nama baik.

Pada sektor kesehatan, data juga menunjukkan gambaran buram. Menurut WHO dan UNICEF, cakupan vaksinasi reguler anak mengalami penurunan dari 86 persen di 2019, menjadi 83 persen di 2020.

Diperkirakan 23 juta anak umur di bawah 1 (satu) tahun tidak mendapatkan vaksin standar. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak 2009. Pada tahun 2020, jumlah anak-anak yang sama sekali tidak mendapatkan vaksinasi meningkat menjadi 3,4 juta.

Pada konteks krisis iklim, laporan terbaru Save the Children tahun 2021 secara global “Born Into the climate Crisis / Lahir di masa krisis iklim”, menggambarkan bahwa anak-anak yang lahir pada tahun 2020 merupakan pihak yang paling terdampak parah akibat krisis iklim ini.

Secara global, anak-anak yang lahir pada tahun 2020 akan menghadapi 7 persen lebih banyak kebakaran hutan, 26 persen lebih banyak gagal panen, 31 persen lebih banyak kekeringan, 30 persen lebih banyak banjir sungai, dan 65 persen lebih banyak gelombang panas jika pemanasan global dihentikan pada 1,5°C.

Sementara itu, dalam permasalahan diskriminasi gender, Save the Children juga menyoroti bahwa diskriminasi gender seringnya dimulai dari masa kanak-kanak.

Anak perempuan cenderung hak-haknya ditolak, tidak bersekolah, dipaksa menikah dan menjadi subjek kekerasan. Lebih lanjut, suara mereka tidak dihargai bahkan tidak didengar sama sekali.

“Sebagian besar kebijakan pemerintah berdampak langsung atau tidak langsung pada kehidupan anak dan orang muda, namun kebijakan itu seringkali diambil dan dijalankan tanpa memperhatikan apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh anak dan orang muda,” ujar Putri Gayatri (22 tahun), Ketua Dewan Penasihat Anak dan Orang Muda - Children & Youth Advisory Network – Save the Children Indonesia.

Baca Juga: Kominfo Akan Gelar Pameran Transformasi Digital Indonesia di Bali

Selain itu Putri menegaskan kegagalan dalam mendengar dapat membuat pengambilan keputusan yang salah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI