"Mengingat kita belum mampu mengobati Alzheimer tingkat lanjut dan prevalensi global penyakit ini meningkat, kemampuan mengidentifikasi orang-orang dalam tahap praklinis ketika kita masih memiliki kesempatan untuk melakukan intervensi sangat penting," ujarnya.
Para peneliti melihat data lebih dari 1.000 bayi yang lahir pada 1970-an. Kemudian, mereka meninjau kembali riwayat medis mereka lima dekade dan melihat secara khusus pada orang dewasa yang menjalani tes mata pada usia 45 tahun.
Mereka mengukur ketebalan retina di setiap tes. Petugas medis menemukan bahwa mereka yang memiliki lapisan retina tipis mendapat skor lebih rendah pada tes kinerja kognitif, baik ketika dewasa maupun masih anak-anak.
Studi sebelumnya juga menemukan bahwa mata bisa menjadi jendela ke otak. Sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 2018 menemukan bahwa ada hubungan antara Alzheimer dan kondisi seperti glaukoma dan degenerasi makula.