Suara.com - Memasuki akhir Mei 2025, cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia masih belum stabil. Meski sejumlah daerah mulai bersiap memasuki musim kemarau, hujan deras tetap membayangi aktivitas masyarakat, terutama pada sore hingga malam hari.
Pola cuaca ini menunjukkan karakteristik masa peralihan musim: cerah di pagi hari, lalu mendung hingga hujan pada sore hari. Suhu udara yang menyengat di siang hari juga terasa lebih lembap, membuat suasana makin gerah.
Melansir laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BKMG), Selasa (20/5/2025), kondisi ini dipicu oleh interaksi kompleks antara suhu permukaan laut, kelembaban udara, dan tekanan atmosfer yang menciptakan potensi terbentuknya awan konvektif seperti Cumulonimbus. Awan jenis ini dikenal sebagai pemicu utama hujan deras, petir, hingga angin kencang, bahkan hujan es.
Bencana Hidrometeorologi Meluas
Dalam sepekan terakhir, cuaca ekstrem telah memicu banjir, tanah longsor, dan angin kencang di sejumlah daerah, mulai dari Aceh hingga Maluku Utara.
Daerah yang terdampak antara lain Riau, Sumatera Barat, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, hingga Sulawesi dan Maluku bagian utara.
Tak hanya fenomena lokal, kondisi ini juga diperkuat oleh dinamika atmosfer global. BMKG melaporkan bahwa saat ini Indonesia tengah dipengaruhi oleh aktivitas Madden-Julian Oscillation (MJO) yang berada di fase aktif.
MJO adalah fenomena atmosfer skala besar yang membawa massa udara lembap dari Samudera Hindia ke arah timur, melewati wilayah Indonesia. Aktivitas MJO ini diperkuat oleh gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial yang juga aktif bergerak di kawasan maritim Indonesia.
Awan Hujan Masih Akan Mengguyur Wilayah Barat dan Tengah Indonesia
Baca Juga: Cuaca Ekstrem di Makkah, Jemaah Haji Diminta Lakukan Hal Ini
Dalam sepekan ke depan, kombinasi MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby diperkirakan terus meningkatkan potensi hujan, terutama di wilayah barat dan tengah Indonesia seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan sebagian Kalimantan serta Sulawesi.
Tak hanya itu, terbentuknya sirkulasi siklonik di beberapa wilayah perairan seperti Laut Cina Selatan dan Laut Maluku turut memperkuat daerah pertemuan dan perlambatan angin. Efeknya, pembentukan awan hujan makin intensif.
Daerah yang diperkirakan mengalami peningkatan potensi hujan akibat fenomena atmosfer ini antara lain Jawa Timur, Bali, Laut Jawa bagian timur, Laut Flores, Sulawesi Selatan dan Tenggara, serta Laut Banda.
Namun, seiring menguatnya Monsun Australia, massa udara kering mulai bergerak masuk dari selatan. Ini menandai transisi menuju musim kemarau di sebagian wilayah Indonesia. Meski begitu, BMKG tetap mengingatkan bahwa hujan lebat masih mungkin terjadi dalam cakupan lokal yang terbatas.
Waspada, Tapi Tetap Siaga dan Bijak Hadapi Cuaca
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan deras, kilat/petir, dan angin kencang dalam durasi singkat. Situasi ini berisiko memicu banjir, pohon tumbang, hingga gangguan aktivitas sehari-hari.