Ini penting karena peradangan adalah penyebab utama asma kambuh, bukan sekadar penyempitan saluran pernapasan.
Dengan terapi ini, pasien tidak hanya merasa lega sesaat, tapi juga mencegah serangan berulang di masa depan.
Upaya Kolaborasi untuk Edukasi dan Perubahan Penanganan Asma
Perubahan pendekatan terapi ini juga didorong oleh kolaborasi banyak pihak di Indonesia. Salah satunya adalah inisiatif dari AstraZeneca bersama Kementerian Kesehatan RI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
Melalui edukasi dan sosialisasi ke ribuan tenaga medis di berbagai fasilitas kesehatan, para dokter kini dilatih untuk menerapkan pedoman baru ini demi perawatan asma yang lebih efektif.
Sebagai bagian dari upaya ini, AstraZeneca menggelar One Asthma Forum, yang melibatkan sekitar 500 dokter umum di tingkat pelayanan pertama seperti puskesmas.
Tujuannya adalah memastikan para dokter memahami pentingnya terapi antiinflamasi dibanding sekadar memberikan inhaler pelega seperti di masa lalu.
Esra Erkomay, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, menyampaikan, “AstraZeneca berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup pasien asma melalui pendekatan pengobatan yang lebih tepat dan berkelanjutan. Kami percaya bahwa kemajuan dalam sains harus diiringi oleh kolaborasi yang kuat untuk membawa dampak nyata bagi pasien."
Mengapa Pasien Juga Perlu Tahu?
Baca Juga: Jangan Panik! Ini 5 Cara Efektif Atasi Sesak Napas karena Alergi
Bukan hanya tenaga medis, pasien juga perlu tahu soal perubahan ini. Terlalu banyak penderita asma yang mengandalkan inhaler pelega karena belum mengerti bahwa ada terapi yang lebih baik untuk mencegah serangan kambuh.
Padahal, jika terapi ICS-formoterol diterapkan sejak awal, risiko rawat inap, serangan berat, bahkan kematian akibat asma bisa ditekan secara signifikan.
Penting bagi pasien untuk berdiskusi dengan dokter tentang pilihan terapi terbaik, termasuk penggunaan inhaler kombinasi yang direkomendasikan.
Jangan ragu bertanya soal manfaat, cara pakai, hingga efek samping obat agar pengobatan berjalan aman dan efektif.
Prof. Dr. dr. Anna Rozaliyani, M.Biomed., Sp.P(K), Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, mengatakan bahwa melalui edukasi yang berkelanjutan kepada tenaga medis, diharapkan pengenalan gejala, diagnosis dini, hingga pemilihan terapi — khususnya terapi yang tepat — dapat dilakukan secara lebih akurat.
"Dengan pendekatan yang menyeluruh ini, kualitas hidup pasien asma dapat ditingkatkan secara signifikan,” katanya.