Suara.com - Kepulauan Riau (Kepri) tak ingin kelewatan menangkap potensi wisata yacht (kapal wisata). Kawasan ini percaya diri, para yachters dunia bakal terhipnotis oleh keindahan alam dan budaya Kepri.
Untuk memperlihatkan global positioning (posisi wisata Indonesia secara global), dua even segera dilangsungkan, yaitu Sail Karimata dan Festival Bahari Kepri 2016, pada pertengahan Oktober 2016.
“Salah satu kekuatan kita ada di bahari. Lihat saja nanti di Sail Karimata dan Festival Bahari Kepri 2016,” kata Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, yang tak henti-henti mempromosikan Wonderful Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Wisata yacht memang tengah ingin digarap serius oleh Tim Percepatan Wisata Bahari Kemenpar, yang dipimpin Indroyono Soesilo. Kebetulan, potensi Kepri menonjol di sektor bahari.
Belajar dari Singapura, negeri yang luasnya setara dengan Pulau Samosir di Danau Toba, Sumatera Utara (Sumut) itu dinilai sukses mengelola wisata baharinya.
“Kita memakai panduan sistem dan regulasi Singapura, yang base on customers. Mereka sudah menggunakan model marketing 2.0, kita masih berdasar pada 1.0,” kata Arief.
Selama ini, Singapura meraup banyak devisa dari parkir sekitar 4.000 yacht, yang tarifnya rata-rata $ 1.500 Singapura.
“Itu baru tarif parkirnya. Belum biaya perawatan dan ongkos kebutuhan hidup sehari-hari,” tambah Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Guntur Sakti.
Guntur, yang mencoba menganalisa pengeluaran para yachters di Singapura, menyebut, satu yachter mengeluarkan sekitar $ 123 Singapura per hari. Bila satu yacht berisi tiga pelayar, maka uang yang mereka keluarkan sekitar $ 369 Singapura per hari. Jumlah tersebut belum termasuk biaya membeli bahan bakar, air bersih, perbaikan kapal, kebersihan, dan kebutuhan dasar lainnya.
“Para yachters bisa menetap minimal tiga bulan, bahkan ada yang sampai satu tahun. Coba dibayangkan, berapa potensi uang yang akan beredar di masyarakat, bila Kepri disinggahi yachters dunia? Angkanya pasti lumayan,” bebernya.
Tak hanya Singapura, negara tetangga lainnya, Thailand dan Malaysia juga mulai intens mengembangkan wisata bahari dan menjaring yachters dunia. Mereka mengembangkan wilayah Phuket sebagai pintu masuk para pelayar dunia. Begitu juga Pulau Tioman, Malaysia.
“Mengapa nggak kita geser ke Indonesia? Masuk atau keluar lewat Batam atau Bintan, misalnya?” papar Guntur.
Salah satu caranya bisa lewat even yacht rally dunia. Tiap tahun, selalu ada ribuan yacht yang rutin mengikuti reli dari Darwin, Australia, dan masuk ke Indonesia melalui Kupang. Selama tiga bulan, para peserta diizinkan mengunjungi beberapa destinasi wisata dengan jalur Kupang, Alor, Lembata, Riung, Makassar, Bali, Karimun Jawa, dan Kumai.
Para peserta kemudian keluar dari perairan Indonesia melalui Batam, atau bisa juga lewat Sail Karimata dan Festival Bahari Kepri pada pertengahan Oktober 2016.
Kepri Miliki Modal Dasar Siap Sambut Yachters
Guntur menilai, Kepri sudah memiliki modal dasar yang sangat siap menyambut para yachters dunia. Ada 2.408 pulau besar dan kecil yang bisa disinggahi di Kepri. Belum lagi, panorama alam bawah laut yang mempesona, seperti Anambas, Pulau Abang, Pulau Petong, Pulau Hantu hingga Pulau Labun.
Bila ingin diving (menyelam) dan snorkeling (menikmati keindahan bawah laut), di sinilah tempatnya. Yachters bisa bebas mengeksplorasi makhluk laut berwarna-warni dan terumbu karang langka.
Guntur juga menyebut, regulasi bagi para yachters sudah dibuat sangat sederhana. Indonesia sudah menyediakan social culture visa, yang masa berlakunya 60 hari dan bisa diperpanjang 4 x 30 hari. Dengan waktu tersebut, para yachters bisa berpetualang selama enam bulan di Indonesia
Selain itu, Clearance and Approval for Indonesian Territory (CAIT), izin masuk yacht ke perairan Indonesia pun disederhanakan. Jika sebelumnya membutuhkan waktu 3 minggu pengurusan, maka kini cukup 3 jam saja. Sementara Singapura, Malaysia, dan Thailand membutuhkan waktu hanya 1 jam.
Cara mendapatkan CAIT, klik https://yachters-indonesia.id dan isi formulir yang tersedia. Saat ini malah sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) 105/2015, yang memayungi pengurusan dokumen Custom, Immigration, Quarantine, and Port (CIQP) di 18 pelabuhan. Yacht dijamin bisa tetap tinggal di Indonesia selama tiga tahun
Ke-18 pelabuhan yang dimaksud adalah Sabang (Aceh), Belawan (Medan), Teluk Bayur (Padang), Nongsa Point Marina (Batam), Banda Bintan Telani (Bintan), Tanjung Pandan (Belitung), Sunda Kelapa dan Ancol (Jakarta), Tanjung Beno (Bali), Tenau (Kupang), serta Kumai (Kotawaringin Barat). Selain itu, Tarakan, Nunukan (Bulungan), Bitung, Ambon, Saumlaki (Maluku Barat), Tual (Maluku Tenggara), Sorong, dan Biak.
“Dua dari 18 pintu keluar masuk kapal dan perahu pesiar itu berada di Kepri, yakni Batam dan Bintan,” ujar Guntur.
Di dua wilayah tadi, Kepri punya 17 pintu masuk. Ini merupakan jumlah terbanyak di Indonesia. Kepri juga punya zero equtor (titik 0) di Lingga, yang jadi incaran yachters dan kawasan eksotik di Natuna dan Anambas.
Beberapa waktu lalu, Gubernur Kepri, Nurdin Basirun dan Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Ngurah Swajaya sudah menandatangani kerja sama untuk menjadikan Kepri sebagai pintu gerbang wisata bahari Indonesia.
“Kepulauan Riau sangat mungkin mengembangkan wisata yacht dan menjadi playground yacht dari berbagai negara. Kalau di Australia, para yachters dihantui ancaman badai dan arus laut yang kencang, Kepri justru menjadi Surga wisata bahari. Kepri punya ribuan pulau, terumbu karang, hutan mangrove, dan pulau-pulau kecil yang eksotis. Silakan datang dan buktikan sendiri di Festival Bahari Kepri dan Sail Karimata 2016,” pungkas Guntur.