Kartini juga sudah membaca buku Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli. Tak hanya itu, Kartini juga membaca sejumlah buku roman-feminis.

4. 'Habis Gelap Terbitlah Terang' bukan sebuah buku
Bicara soal Kartini, karyanya yang berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' pasti sudah akrab di telinga. Padahal, karya tersebut aslinya bukan sebuah buku.
Alih-alih, salah satu teman Kartini yang bernama J.H. Abendanon mengompilasi surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini ke Eropa. Kompilasi ini lantas diberi nama 'Door Duisternit tot Licht atau yang berarti "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".
Barulah di tahun 1938, buku kompilasi surat ini dirilis di Indonesia oleh sastrawan Armijn Pane dan judulnya berubah lagi.
5. Meninggal di usia muda
Sayangnya, perjuangan Kartini tidak bertahan lama. Kartini meninggal di usia belia, yaitu 25 tahun.
Disebutkan, Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan anak pertamanya yang bernama Raden Mas Soesalit Djojodiningrat.
Diduga, Kartini meninggal karena penyakit preeklampsia yang dideritanya pasca melahirkan sang buah hati.
Baca Juga: Sikat! Promo dan Diskon 5 Makanan Ini Turut Meriahkan Hari Kartini 2020
6. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Belanda
Perjuangan Kartini sebagai pahlawan emansipasi perempuan tidak hanya dikenang di Indonesia.
Di Belanda, total ada empat nama jalan yang penamaannya memakai nama R.A. Kartini.
Keempat jalan tersebut adalah Karinistraat di Utrecht, R.A. Kartinistraat di Venlo, jalan Raden Ajeng Kartini di Amsterdam, serta jalan Kartini di Haarlem yang letaknya dekat dengan jalan Mohammed Hatta, Sutan Sjahrir, dan jalan Chris Soumokil.