Hasil diagnosa dokter dijanjikan dalam beberapa hari, dan sampai saat itu, Evgeny memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa pada sang istri. Saat hasil tersebut keluar, lelaki tersebut ingat betul ia juga merasa hancur mengetahui putranya menderita down syndrome.
"Saya meninggalkan rumah sakit dan menangis, tetapi tidak lama. Belakangan, saya sedikit malu dengan air mata ini. Dalam hidup saya, bagaimanapun, tidak ada yang berubah, secara umum. Saya masih dengan dua tangan, dengan dua kaki, pengetahuan profesional saya tidak mengarah ke mana-mana. Tekad, aktivitas, keingintahuan saya, dan sebagainya semuanya (masih) ada bersama saya," ungkapnya lagi.
Menurutnya, begitu sang putra lahir dengan kondisi istimewa, kehidupan dan masa depannya adalah prioritasnya saat ini. Mengeluh adalah bentuk keegoisannya sebagai orangtua, karena itu adalah tanggung jawab baginya.
"Anda menginginkan seorang anak, jadi Anda mengambil tanggung jawab untuk itu. Lagi pula, ada banyak pilihan, autisme, cerebral palsy, mutasi genetik dan down syndrome bukanlah yang terburuk, seperti yang saya pelajari," kata dia.

Pada malam yang sama setelah kembali ke rumah, Evgeny mulai mencari informasi tentang down syndrome. Ia hanya ingat foto mengerikan dari buku teks biologi Soviet. Ia melakukan pencarian di internet online melakukan penelitian.
"Saya belajar tentang Evelina Bledans dan Semyonnya, yang lahir di bangsal bersalin yang sama dengan Mishka. Saya belajar bahwa di Eropa, penderita down syndrome dapat bersosialisasi dengan baik, dapat hidup dan bekerja secara mandiri. Tapi keputusan yang sudah saya buat tidak dipengaruhi oleh itu," kata dia lagi.
"Ketika saya membuat keputusan, saya belum memikirkan kemungkinan skenario yang optimis. Saya berpikir, yah, dia akan menikmati matahari terbit, saya akan mengajaknya ke barbekyu, dia akan menjalani hidupnya. Ya, mungkin dia tampak tidak bahagia pada seseorang, tetapi dia akan memiliki hidupnya sendiri. Saya tidak pernah berpikir untuk meninggalkan anak saya di panti asuhan, itu tidak manusiawi," jelasnya.
Sayangnya, sang istri memiliki pikiran yang berbeda. Menurutnya, konflik tersebut memisahkan mereka berdua
"Sekarang saya mengerti bahwa dia hanya takut pada saat itu, dia mulai bertindak menggunakan skenario yang salah, dan pada saat itu, semuanya sudah terlambat untuk mundur dari skenario," kata dia.
Baca Juga: Ikut Rombongan Anak STM Demo ke Istana, 2 Siswa SD Ditangkap Polisi
Menurutnya, apa yang ia lakukan Mishka bukanlah tindakan kepahlawanan. Ini adalah tindakan normal yang seharusnya dilakukan oleh semua ayah di dunia ini. Ia ingin apa yang dilakukannya untuk Mishka bisa menginspirasi semua orang untuk menanamkan pemikiran yang sama seperti dirinya.