
Hari operasi itu tiba. Ia telah siap dengan baju berwarna hijau khas untuk menjalani operasi. Jarum jam menunjukkan pukul 06.30 WIB. Dari ruang karantina, ia didorong melewati lorong menuju kamar bedah. Tepat di ruang operasi sang ibu menghampirnya. Ia memeluk erat Siska yang berada di kursi roda.
"Bu, andai sampai terjadi apa-apa padaku saat operasi berlangsung, Ibu jangan menyalahkan siapa-siapa ya. Semua pasti sudah melakukan yangg terbaik. Dan ini sudah keputusan saya. Ibu harus mendoakan, tidak boleh sedih atau panik selama operasi berlangsung. saya janji akan berjuang di dalam sana dan keluar dengan membuat Ibu lega dan bangga," ujar Siska dalam dekapan sang ibu.
Ia akhirnya didorong masuk ke ruang operasi. Di dalam, dokter telah bersiap dengan segala perlengkapannya. Ia kemudian berbaring di tempat tidur. Jarum anestesi disuntikan ke tubuhnya. Ia tidak sadarkan diri.
Sebuah selang kemudian dimasukkan ke tenggorokannya. Berbagai alat penunjang medis juga tak lama dipasang di tubuhnya. Hanya alat yang terpasang ditubuhnya itu yang jadi pertanda kehidupannya.

Di luar ruangan operasi, sang ibu menunggunnya dengan tenang. Setelah kurang lebih delapan jam operasi itu usai. Siska akhirnya siuman. Ia dibawa ke ruang pemulihan pasca operasi. Di sana ia berbaring sambil menyanyikan kidung untuk Tuhan sebagai rasa syukur.
“Tanpa donor organ tidak ada cerita, tidak ada harapan, tidak ada transplantasi. Tetapi ketika ada donor organ, kehidupan muncul dari kematian, kesedihan berubah menjadi harapan dan kehilangan yang mengerikan menjadi hadiah.”