Artinya, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulanah (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’ala.”
Bila jenazahnya banyak, misalnya korban bencana alam yang menimpa satu desa, maka lafal niatnya adalah:
"Ushalli ‘ala jami’i mauta qaryati kadzal ghaibinal muslimina arba’a takbiratin fardhal kifayati imaman/ma’muman lillahi ta’ala."
Artinya, “Saya menyalati seluruh umat muslim yang jadi korban di desa (sebutkan nama desanya) yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifayah sebagai imam/makmum karena Allah ta’ala.”
5. Syarat sah salat gaib
Syarat sah salat gaib selain syarat-syarat pada umumnya, setidaknya terangkum dalam dua hal. Pertama, jenazah berada di luar daerah yang jauh dari jangkauan, atau di tempat yang dekat namun sulit dijangkau.
Karena itu, jika masih berada dalam daerah, walaupun jauh dan tak sulit dijangkau, maka tidak sah melakukan salat gaib. Demikian pula kalau jenazahnya berada di batas daerah, dan kita dekat dengan tempat tersebut, maka tidak sah melakukan salat gaib.
Kedua, telah mengetahui atau menduga kuat bahwa jenazahnya sudah dimandikan. Kalau tidak, maka salat gaibnya tidak sah. Namun, bila ia menggantungkan salat gaibnya dengan sucinya jenazah tersebut (bahwa telah dimandikan), salatnya dihukumi sah.
Misalnya, dalam niat ia mengatakan, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan’... dan seterusnya, dengan catatan dia sudah suci atau sudah dimandikan ...” maka salatnya juga sah.
6. Rukun salat gaib
Rukun salat gaib tak ada bedanya dengan rukun salat jenazah pada umumnya. Sebab yang membedakan keduanya hanyalah soal ada dan tidak ada jenazah di hadapannya. Berikut ini tujuh rukun salat gaib yang harus dilakukan:
Pertama, berniat, seperti umumnya salat yang lain dengan pilihan redaksi di atas.
Kedua, berdiri bagi yang mampu, dan bila tak mampu, boleh salat dengan cara yang dimampuinya.
Ketiga, membaca empat takbir termasuk takbiratul ihram. Bila lebih dari empat, baik sengaja maupun tidak, salatnya tetap sah. Terpenting ia tak meyakini bahwa menambah bacaan takbir itu membatalkan, atau dalam pengulangan bacaan takbir ia tak mengangkat tangannya sebagaimana empat takbir sebelumnya. Jadi, jika diyakini membatalkan, atau seiring menambah bacaan takbir juga mengangkat tangan, maka salatnya batal.
Keempat, membaca surat al-Fatihah, berdasarkan hadis riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda:
“Amarana Rasulullahi shalallahu ‘alaihi wasallam an naqra‘a bi fatihatil kitab ‘ala janazah" (Rasulullah saw memerintahkan kami membaca surah al-Fatihah saat shalat jenazah). (HR Ibnu Majah).
Kelima, membaca salawat kepada Nabi saw setelah takbir kedua. Minimal dengan membaca, "Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad." Namun yang paling sempurna adalah membaca salawat Ibrahimiyah yang biasa dibaca saat tasyahud akhir dalam salat.
Keenam, membaca doa untuk jenazah setelah rakaat ketiga. Berikut doa Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik ra:
"Allahummagfir lahu warhamhu wa’fu ‘anhu wa’afihi wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkhalahu waghsilhu bi ma‘in wa tsaljin wa baradin wa naqqihi minal khathaya kama yunaqqast tsaubul abyadhu minad danas wa abdilhu daran khairan min darihi wa ahlan khairan min ahlihi wa zaujan khairan min zaujihi waqihi fitnatal qabri wa ‘adzabin nâr."