“Apabila ada sistem yang jelas dan akuntabel, perusahaan dapat mengupayakan memberikan sistem jam kerja yang fleksibel dan fleksibilitas bekerja dari rumah bagi karyawannya sambil tetap menjaga produktivitas,” ujar Karina.
Maverick sendiri mengadopsi sistem kerja hybrid di mana karyawan memiliki keleluasaan untuk bekerja dari rumah, namun tetap diminta untuk datang ke kantor minimal dua kali seminggu, sehingga mereka dapat berinteraksi langsung dengan rekan kerja, menghadiri sesi pelatihan atau rapat penting secara offline. Karyawan dapat menentukan sendiri hari dan waktu kedatangan mereka ke kantor.
Karina menjelaskan, “Kebijakan tersebut disambut baik oleh karyawan kami karena mereka merasa dipercaya untuk menyelesaikan pekerjaan mereka tanpa harus selalu berada di ruangan yang sama dengan tim atau atasannya.”
Bagi gen Z, work-life balance dan kesehatan mental adalah faktor-faktor penting yang dapat membuat mereka bekerja dalam jangka waktu yang lebih lama pada suatu perusahaan, dibandingkan faktor-faktor penunjang lainnya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendukung budaya work-life balance di perusahaan. Salah satunya adalah dengan memastikan beban kerja sesuai dengan kompetensi dan level karyawan.
Dalam mengoptimalkan talenta gen Z, perusahaan juga perlu memberikan waktu istirahat yang cukup bagi karyawannya agar mereka bisa berkontribusi secara optimal.
Kebijakan-kebijakan seperti memberikan seminggu sekali hari tanpa rapat, memberlakukan periode hening tanpa komunikasi di jam-jam tertentu, memberikan cuti tambahan atau kesempatan untuk selesai bekerja lebih awal pada waktu-waktu tertentu, dan menyediakan psikolog yang dapat diakses secara gratis oleh karyawan bisa menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk menjaga kesehatan mental karyawan, terutama gen Z.
“Kami secara konsisten melakukan dan terus memperbaiki berbagai kebijakan yang mendukung work-life balance untuk seluruh karyawan. Bagi Maverick, merawat kesehatan fisik dan mental karyawan adalah kunci untuk memajukan bisnis,” tutup Karina.