Suara.com - Belakangan ini, beberapa nama artis yang diketahui memiliki obsessive compulsive disorder atau OCD kembali menarik perhatian publik, termasuk Aliando Syarief dan Prilly Latunconsina Orang-orang jadi bertanya-tanya, apa penyebab OCD sebenarnya?
OCD merupakan kondisi kesehatan mental di mana seseorang memiliki dorongan atau pemikiran yang susah dikontrol. Kondisi ini biasanya berulang (obsesi) dan disertai perilaku kompulsif (penuh paksaan).
Semua orang memiliki kemungkinan menderita OCD. Namun, ada beberapa kondisi tertentu yang dapat memperbesar kemungkinan tersebut.
![Kecantikan Prilly Latuconsina dipuji banyak orang ketika menghadiri ajang Festival Film Indonesia (FFF) 2022 yang berlangsung Selasa (22/11/2022) malam. [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/11/23/38199-prilly-latuconsina.jpg)
Penyebab OCD
Pada dasarnya, sampai saat ini masih belum ditemukan secara pasti penyebab OCD. Namun, kondisi ini memang erat kaitannya dengan genetika, kelainan fungsi otak, dan lingkungan.
Dilansir dari laman National Health Service OCD UK, berikut adalah beberapa hal yang kerap dikaitkan sebagai penyebab OCD.
1. Kondisi otak
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa susunan kimia dan aliran darah otak seseorang dengan OCD berbeda dengan orang pada umumnya.
Beberapa orang dengan OCD memiliki area aktivitas yang sangat tinggi di otak atau justru tingkat zat kimia (serotonin) yang terlalu rendah. Meski begitu, hal ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
2. Faktor genetik
Jika ada keluarga dekat Anda yang menderita OCD, kemungkinan Anda mengalami hal serupa akan semakin besar. Meski bukan menjadi satu-satunya penyebab, keturunan bisa menjadi salah satu faktor yang berpengaruh.
Meski begitu, jika Anda merasakan gejala OCD dan melihat kondisi serupa pada keluarga Anda, akan lebih baik jika Anda langsung memeriksakannya.
3. Trauma di masa lalu
OCD mungkin lebih banyak ditemukan pada seseorang yang pernah mengalami intimidasi, pelecehan, atau diabaikan oleh lingkungannya.
Sebab, kondisi tersebut kerap mengembangkan pola pikir dan perilaku negatif yang kemudian diterapkan di kehidupan saat ini. Jika Anda mengalaminya, pengobatan yang kerap disarankan adalah Terapi Perilaku Kognitif (CBT).