Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyarankan masyarakat menggunakan uangnya untuk bersenang-senang, seperti menonton konser dan belanja setelah melihat total tabungan masyarakat Indonesia di perbankan meningkat sampai akhir 2022 lalu.
Hal ini ia sampaikan saat membuka Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) pada Kamis (23/2/2023). Di mana, ada sekitar Rp690 triliun dana masyarakat di bank.
Menurutnya, hal ini menandakan bahwa masyarakat lebih memilih menabung dibandingkan belanja. Padahal, belanja masyarakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan perekonomian.
"Kita harus mendorong masyarakat agar belanja itu bisa sebanyak-banyaknya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kita," ujar Jokowi.
"Tidak apa-apa digunakan untuk nonton konser, nonton sepak bola, biarkan spending masyarakat, entah makan di warung, PKL, belanja kaos atau event olahraga," pungkasnya.

Bahkan, Presiden Jokowi meminta kepada para gubernur dan polisi untuk mempercepat perizinan untuk acara-acara baik konser dan lainnya.
"Karena problemnya setelah saya ketemu bersama EO itu kecepatan kita memberi izin itu sangat kurang, 2 hari sebelum hari H izin baru keluar, 3 hari sebelum hari H izin baru keluar, saya sudah perintahkan kapolri izin sebulan sebelumnya, syukur bisa 2 bulan sebelumnya sehingga yang memiliki acara bisa mempromosikan acara dengan baik," katanya.
Bukan cuma meningkatkan perekonomian, ternyata menonton konser juga punya dampak positif bagi kesehatan lho. Berikut apa saja manfaat menonton konser bagi kesehatan, seperti dilansir US News.
1. Meredakan stres
Baca Juga: Jokowi Tinjau Pembangunan Istana Negara di IKN, Target Bisa Digunakan Upacara 17 Agustus 2024
![Penonton konser Westlife mengenakan jas hujan di Stadion Madya, Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2/2023). [Suara.com/Rena Pangesi]](https://media.suara.com/pictures/original/2023/02/12/88810-penonton-konser-westlife.jpg)
Menghadiri konser atau pertunjukan musik dapat menurunkan pelepasan kortisol dan hormon stres lainnya, menurut sebuah penelitian oleh para peneliti dari Imperial College London yang diterbitkan pada bulan Februari di jurnal Public Health.