Rekam Jejak Ahok Si Komisaris Pertamina di Pusaran Korupsi LNG

Rabu, 08 November 2023 | 12:15 WIB
Rekam Jejak Ahok Si Komisaris Pertamina di Pusaran Korupsi LNG
Rekam Jejak Ahok Si Komisaris Pertamina di Pusaran Korupsi LNG (instagram)

Suara.com - Ahok dipanggil KPK untuk menjadi saksi kasus korupsi di lingkungan Pertamina. Lantas bagaimana hasilnya dan seperti apa rekam jejak Ahok sebagai Komisaris Pertamina?

Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok mendatangi gedung KPK untuk memenuhi panggilan sebagai saksi kasus korupsi LNG.

Merangkum berbagai sumber, kasus korupsi ini terjadi di tahun 2012 ketika Dirut Pertamina dipegang oleh Karen Agustiawan sedangkan Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama pada tahun 2019.

Dalam kasus ini, KPK sendiri telah menetapkan Karen sebagai tersangka dan kini sedang mendalami peran Ahok dalam pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair ini.

Akibat korupsi ini, negara diperkirakan menderita kerugian hingga Rp 2,1 triliun. Ketika nama Karen diumumkan menjadi tersangka, ia juga dinyatakan langsung ditahan penyidik di Rutan KPK.

Rekam Jejak Ahok sebagai Komisaris Pertamina

Selama menjabat sebagai Komisaris Utama, bukan berarti perjalanan karier Ahok berjalan mulus. Berbagai kontroversi turut  mewarnai seperti penolakan dari pihak Serikat Pekerja.

Ketika namanya diumumkan sebagai Komut Pertamina oleh Erick Thohir, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) bersuara lantang menolak kehadirannya.

Mereka berpendapat Pertamina masih memiliki kader internal yang tak kalah cakap dibandingkan dengan Ahok sehingga menilai penunjukan ini cacat persyaratan materiil.

Baca Juga: Inovasi Sosial Salt Centre Terintegrasi Binaan PHE WMO Dongkrak Produktivitas Garam dan Kesadaran Lingkungan

Namunlangkah Ahok tak berhenti sampai di situ. Ia tetap melaju sebagai Komisaris Utama dan melakukan sejumlah gebrakan yang membuat geger banyak pihak.

Ahok menghapus fasilitas kartu kredit bagi jajaran manajer, direksi dan komisaris dan mengatakan keputusan ini sudah mendapat persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Ahok mengatakan tujuan pencabutan ini untuk memudahkan perseroan dalam mengontrol sekaligus mencegah pemanfaatan yang tak terkait dengan urusan perusahaan.

Secara terbuka, ia juga mengatakan jajaran direksi menerima uang representatif selain gaji pokok.

Namun menurutnya, hingga saat ini tak ada yang mau mengakui uang yang ia sebut sebagai 'gaji tambahan' tersebut.

Uang representatif ini biasanya berupa uang saku saat melakukan perjalanan dinas pada pejabat negara, sekretaris daerah, pimpinan dan anggota DPRD dan pejabat eselon II.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI