"Secara lahiriyah, ayat ini mengharamkan dengan sengaja penyebutan nisbah seseorang kepada selain bapaknya. Bisa jadi keharaman itu karena penyebutan nama dilakukan seperti tradisi masyarakat Jahiliyah," berikut penjelasan Sayyid Mahmud Al-Alusi, (Lihat Sayyid Mahmud Al-Alusi, Ruhul Ma‘ani, Beirut, Daru Ihya’it Turatsil Arabi, tanpa tahun, juz 21, halaman 149).
"Sedangkan panggilan yang berbeda dengan konsep penyebutan nama dalam Jahiliyah seperti bentuk panggilan orang dewasa kepada mereka yang lebih muda dengan sapaan ‘Anakku’ dan banyak sapaan kasih-sayang dan ramah-bersahabat serupa itu, secara lahiriyah tidaklah haram," demikian sambungnya.
Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya, juga menyampaikan bahwa yang mutlak diharamkan adalah dengan sengaja mengubah nasab.
"Adapun masalah, menyematkan nama suami dalam nama dirinya itu bukan tradisi Islam. Ikut-ikutan di Barat sana," ujar Buya Yahya, dikutip dari kanal YouTube Al-Bahjah TV, dikutip Jumat (1/12/2023).
"Cuma karena niatnya bukan mengubah nasab, karena mengikuti tradisi di luar Islam ya salah dari sisi ini (tradisi). Bukan diharamkan seperti mengubah nasab," sambung Buya Yahya.
Jadi, sebelum mengambil keputusan akan menambah nama suami atau tidak, ada baiknya mempertimbangkan kembali penjelasan di atas.