BPJS Ketenagakerjaan 'Main Lotre', Impian Transpuan Dikebumikan Secara Layak Terancam Pupus

Rabu, 03 April 2024 | 04:54 WIB
BPJS Ketenagakerjaan 'Main Lotre', Impian Transpuan Dikebumikan Secara Layak Terancam Pupus
Seorang transpuan menunjukkan KTP Elektronik miliknya di Suku Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (16/9/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Tepat satu bulan setelah pendaftaran ratusan transpuan miskin, terdapat 2 peserta aktif BPU meninggal dunia. Namun sebelum meninggal 2 peserta aktif ini membuat surat wasiat yang isinya menyerahkan dana klaim kematian digunakan untuk biaya pemakaman, dan sisanya digunakan untuk membantu iuran peserta lainnya.

"Tapi saat diajukan klaim, ternyata surat wasiat itu tidak diakui oleh BPJS TK. Padahal wasiat ada diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sehingga dana klaim yang keluar atau diterima hanya Rp 10 juta saja, Rp 32 juta tidak bisa keluar," paparan Ketua Suara Kita, Hartoyo di waktu yang sama.

Kondisi serupa dialami berbagai peserta BPU transpuan lainnya yang meninggal dunia, yang hanya dibayarkan biaya pemakamannya saja. Namun baru-baru ini semakin parah dan mengkhawatirkan, tepatnya Februari 2024 lalu ada peserta BPU transpuan meninggal, tapi tidak ada sepeserpun biaya yang dicairkan BPJS Ketenagakerjaan, termasuk uang pemakaman sekalipun.

"Nol, tak dapat apa-apa komunitas. Alasan tidak dibayarkan klaim termasuk biaya pemakaman karena peserta dianggap 'tidak bekerja dan punya penyakit tahunan'," tambah Hartoyo.

Melihat kondisi ini Hartoyo melihat kebijakan BPJS TK bisa sangat membahayakan para transpuan yang merupakan peserta BPU aktif, apalagi kondisi status kesehatan maupun ke pekerjaan mereka cenderung tidak pasti dan serabutan, sehingga masuk kelompok miskin ekstrim. Tapi pihak organisasi Suara Kita masih tetap disiplin membayarkan iuran 163 transpuan peserta BPU BPJS TK hingga saat ini, setiap bulannya

"Artinya ini seperti main lotre, ketika meninggal bisa saja klaim kematian tidak dibayarkan atau ditolak. Jadi seperti nunggu 'kebaikan' BPJS TK saja apakah akan diterima atau ditolak. Ini kan mengerikan sekali buat setiap peserta BPJS TK program BPU," ungkap Hartoyo.

Aktivis Yayasan Srikandi Sejati dan Suara Kita mengunjungi kantor Suara.com di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/3/2024). (Dini/Suara.com)
Aktivis Yayasan Srikandi Sejati dan Suara Kita mengunjungi kantor Suara.com di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/3/2024). (Dini/Suara.com)

Dialami peserta BPU masyarakat umum

Berkaca dari apa yang dialami transpuan peserta BPU BPJS Ketenagakerjaan, Hartoyo berhipotesis jika kondisi serupa dialami banyak peserta BPU lainnya, termasuk masyarakat umum.

Kenyataanya kata Hartoyo, benar saja saat pihaknya membuka posko pengaduan, hanya dalam waktu 1 bulan setidaknya ada 5 pengajuan klaim ditolak BPJS Ketenagakerjaan dengan berbagai alasan.

Baca Juga: Asha Smara Darra Ungkap Banyak Pria Straight Tertarik Dengan Transpuan, Kenapa Begitu?

"Jadi kalau misalnya dibuat posko pengaduan, kemungkinan akan banyak sekali penolakan klaim kematian dari BPJS TK dengan beragam alasan, khususnya dari BPU, para pekerja informal," ungkap Hartoyo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI