
Terkait perempuan mualaf, ada tiga penjelasan soal siapa yang berhak menjadi wali nikah. Siapa saja? Simak rangkuman dari NU Online berikut ini:
- Jika ayah kandung perempuan mualaf yang hendak menikah sudah memeluk agama Islam, dia berhak menjadi wali putrinya.
- Namun jika ayah kandung perempuan tersebut belum mualaf, maka dia tidak bisa menjadi wali nikah. Sebagai gantinya harus dirunut saudara yang beragama Islam dan bisa menjadi wali nikah. Adapun urutan orang-orang yang dapat menjadi wali nikah sebagaimana ditulis oleh Al-Hishni di dalam kitab Kifâyatul Akhyâr adalah ayah, kakek (bapaknya bapak), saudara laki-laki sekandung (seayah seibu), saudara lak-laki seayah, anak laki-laki saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki saudara laki-laki seayah, paman (saudara ayah), dan anak laki-lakinya paman (Abu Bakar Al-Hishni, Kifâyatul Akhyâr, hal. 51).
- Jika setelah dirunut tidak ada saudara beragama Islam yang bisa menjadi wali nikah, maka berlaku wali hakim bagi perempuan tersebut. Hal ini sesuai dengan tata perundangan di Indonesia. Wali hakim biasanya adalah Kepala KUA Kecamatan setempat.