Masa Depan Pelestarian dan Pengembangan Budaya: Hilmar Farid Soroti Transformasi Administrasi dan Kebijakan Kebudayaan

Vania Rossa Suara.Com
Kamis, 19 September 2024 | 15:06 WIB
Masa Depan Pelestarian dan Pengembangan Budaya: Hilmar Farid Soroti Transformasi Administrasi dan Kebijakan Kebudayaan
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid (Kemendikbudristek)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, memberikan pandangan strategis mengenai masa depan administrasi dan kebijakan budaya Indonesia dalam kuliah umum yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Topik utama yang diangkat adalah isu-isu strategis terkait kebijakan budaya dan tantangan dalam pengelolaannya.

Dalam paparannya, Hilmar Farid menyoroti langkah-langkah yang telah diambil oleh pemerintah dalam melestarikan dan mengembangkan budaya nasional. 

“Indonesia terus melakukan transformasi signifikan dalam administrasi kebudayaan, termasuk penerapan kebijakan desentralisasi melalui otonomi daerah serta penyederhanaan birokrasi. Salah satu contohnya adalah pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya yang diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas dan efisiensi pengelolaan kebudayaan di Indonesia. Transformasi ini penting untuk memastikan kebudayaan mampu bertahan dan berkembang, baik di tingkat nasional maupun internasional,” jelas Hilmar dalam keterangannya.

Kebijakan desentralisasi yang diatur melalui UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 23 Tahun 2014 ini memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengelola taman budaya, museum, dan pusat kesenian. Hilmar menekankan bahwa perubahan ini memungkinkan pengelolaan kebudayaan di setiap daerah lebih mandiri dan sesuai dengan kebutuhan lokal. 

"Desentralisasi ini menjadi langkah penting guna memastikan kebudayaan tidak hanya dipertahankan, tetapi juga berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat setempat," ujarnya.

Kebijakan ini, menurut Hilmar, sangat relevan di tengah keberagaman Indonesia, di mana setiap daerah memiliki kekhasan budayanya sendiri.

Selain desentralisasi, Hilmar juga menyoroti penyederhanaan birokrasi melalui UU No. 23 Tahun 2023 tentang ASN, yang mengarah pada pembentukan birokrasi yang lebih ramping dan profesional. Pemangkasan jabatan eselon 3 dan 4 menjadi langkah konkret untuk mengurangi hirarki yang kaku, beralih dari pendekatan New Public Management (NPM) yang menekankan efisiensi dan kinerja berbasis target, menuju New Public Service (NPS) yang lebih partisipatif dan berfokus pada pelayanan publik.

“Dalam kerangka NPS, pemerintah kini lebih berfokus pada peningkatan peran jabatan fungsional, yang memungkinkan aparatur negara untuk berkontribusi secara langsung dalam pencapaian hasil, bukan hanya memenuhi target administratif. Penyederhanaan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi birokrasi, tetapi juga memperkuat keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, membuat proses lebih cepat, responsif, dan adaptif terhadap kebutuhan publik, termasuk di sektor kebudayaan,” jelas Hilmar.

Sebagai bagian dari reformasi kebudayaan, pembentukan BLU Museum dan Cagar Budaya telah mengelola 18 museum dan 34 situs cagar budaya di Indonesia. 

Baca Juga: Mega Festival Indonesia Bertutur Dibuka, Dirjen Kebudayaan: Hargai Kebudayaan dan Keragaman Hayati!

"Dengan model BLU,pengelolaan kebudayaan Indonesia menjadi lebih modern, terukur, dan berorientasi pada hasil (outcome)," tambahnya. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI