Kariernya dimulai sebagai dosen di UII Yogyakarta pada tahun 1976. Kemudian, ia bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sebagai direktur dan wakil direktur.
Artidjo Alkostar juga pernah bekerja di Human Rights Watch divisi Asia di New York selama dua tahun. Sepulang dari Amerika, ia mendirikan kantor hukum Artidjo Alkostar and Associates.
Pada tahun 2000, Artidjo Alkostar diangkat sebagai Hakim Agung Republik Indonesia. Menjabat sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung sejak 2007 hingga pensiun pada 2018, ia menangani kasus-kasus besar seperti suap impor daging, vonis Angelina Sondakh yang diperberat menjadi 12 tahun, hingga kasus Hambalang yang membuat hukuman Anas Urbaningrum naik dari 8 tahun menjadi 14 tahun.
Mahfud MD menyebut Artidjo Alkostar sebagai sosok hakim berintegritas tinggi. Hingga pensiun pada 22 Mei 2018, ia menyelesaikan 19.708 berkas perkara di Mahkamah Agung. Setelah pensiun, ia menjadi anggota Dewan Pengawas KPK periode 2019–2021.
Presiden Joko Widodo menganugerahkan penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Artidjo Alkostar pada 4 Agustus 2021, setelah ia wafat pada 28 Februari 2021 di usia 73 tahun.
Sepanjang hidupnya, Artidjo Alkostar tidak hanya dikenal sebagai penegak hukum, tetapi juga akademisi dengan banyak karya tulis yang diterbitkan, seperti buku "Identitas Hukum Nasional" dan "Korupsi Politik di Negara Modern".