Sedangkan Al-Hanabilah berpendapat bahwa itikaf dapat dilaksanakan di masjid yang biasa digunakan untuk salat berjamaah, meskipun bukan masjid yang digunakan untuk salat Jumat.
Syarat dan amalan selama itikaf
Dalam pelaksanaan itikaf, terdapat beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar ibadah ini sah di antaranya, pelakunya harus beragama Islam.
Syarat berikutnya sudah baligh baik laki-laki maupun perempuan, melaksanakan itikaf di masjid, memiliki niat yang jelas, dan tidak diwajibkan dalam keadaan berpuasa. Dengan demikian, orang yang tidak berpuasa pun tetap boleh melakukan itikaf.
Selain itu, para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan itikaf tidak diperbolehkan keluar dari masjid kecuali karena alasan syari seperti melaksanakan salat Jumat atau keperluan mendesak lainnya seperti buang air atau mandi.
Hal ini dimaksudkan agar kekhusyukan dalam beribadah tetap terjaga. Selama itikaf, disarankan untuk memperbanyak amalan ibadah seperti membaca Alquran, berdzikir, melaksanakan salat sunah, dan mempelajari buku-buku agama.
Apakah itikaf dilakukan dalam suasana tertentu?
Beberapa orang meyakini bahwa kekhusyukan dalam itikaf dapat dicapai dengan mengatur suasana tertentu, seperti penggunaan lampu yang redup.
Namun, dari penjelasan para ulama, tidak ditemukan dalil yang secara khusus mewajibkan atau mensyaratkan hal tersebut.
Baca Juga: Ceriakan Momen Idulfitri, Pertamina Bagikan THR kepada Anak-Anak
Kekhusyukan dalam itikaf seharusnya dicapai melalui niat yang tulus, amalan yang benar, serta ketekunan dalam mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu, tidak perlu menekankan hal-hal teknis yang tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam.
Itikaf merupakan salah satu cara terbaik untuk mengisi sepuluh hari terakhir Ramadan dengan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah.
Dengan memahami tuntunan yang benar menurut ajaran Rasulullah SAW, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan itikaf dengan lebih baik dan memperoleh keberkahan dari ibadah tersebut.