Lantas, bagaimana menyikapi dua pendapat yang berbeda ini? Haruskah kita mengikuti pendapat yang mengharamkan atau yang membolehkan?
Jika mengikuti pendapat pertama, kita tidak bisa menukar uang pecahan kecil, padahal sering kali membutuhkannya, terutama menjelang Lebaran. Sebaliknya, jika mengikuti pendapat kedua, ada risiko terjebak dalam transaksi yang dilarang, meskipun ada dalih dan alasan tertentu.
Sebagai solusi, Bank Indonesia (BI) telah menyediakan layanan penukaran uang receh tanpa selisih nilai. Jika kita menukar uang sebesar 2 juta rupiah, maka kita tetap menerima 2 juta rupiah dalam pecahan yang lebih kecil tanpa ada potongan.
Biasanya, menjelang Idul Fitri, Bank Indonesia (BI) menyediakan titik-titik khusus untuk layanan penukaran uang gratis, bahkan bekerja sama dengan beberapa bank untuk mempermudah penukaran.
Namun, tidak semua orang memiliki waktu untuk antre di bank demi mendapatkan uang pecahan kecil. Sebagai alternatif, kita bisa meminta bantuan orang lain untuk menukarkan uang tersebut.
Yang perlu diperhatikan, akadnya harus dipastikan sebagai upah jasa, bukan sebagai potongan nilai uang. Uang yang ditukar harus tetap memiliki nilai yang sama, sedangkan biaya yang dikeluarkan adalah sebagai upah atas jasa mengantre dan mengurus penukaran uang tersebut.
Dengan cara ini, transaksi menjadi sah dan halal tanpa ada unsur riba.
Kesimpulan Hukum Menukar Uang Pecahan Kecil
Dalam Islam, hukum menukar uang pecahan kecil bisa dilihat dari dua sisi:
Baca Juga: Jangan Kehabisan! Daftar Harga & Jadwal Bus AKAP Sumatera - Jawa Mudik Lebaran 2025
1. Haram jika mengandung unsur riba
- Jika praktik penukaran uang dilakukan dengan kelebihan jumlah yang harus dibayar oleh penukar, maka hukumnya haram karena termasuk riba.
2. Boleh jika dianggap sebagai transaksi jasa (ijarah)
- Jika dilihat dari sudut pandang jasa, penukaran uang dengan tambahan biaya tertentu diperbolehkan. Dalam fiqih, transaksi jasa atau ijarah tidak termasuk dalam kategori riba.
Perbedaan pandangan ini terjadi karena ada perbedaan dalam memahami akad dari penukaran uang. Ada yang melihatnya sebagai pertukaran barang (uang itu sendiri), sementara yang lain menganggapnya sebagai pembayaran jasa seseorang dalam menukarkan uang.
Jika terdapat tarif tambahan dalam proses penukaran, hal itu diperbolehkan asalkan pembayaran tersebut ditujukan sebagai upah jasa, bukan bagian dari nilai uang yang dipertukarkan.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama