Benarkah Muhammadiyah Pelopor Modernisasi Halal Bihalal di Indonesia? Ini Faktanya

Riki Chandra Suara.Com
Kamis, 03 April 2025 | 17:15 WIB
Benarkah Muhammadiyah Pelopor Modernisasi Halal Bihalal di Indonesia? Ini Faktanya
Tradisi halal bihalal. [Dok. Suara.com]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

KH Wahab menyarankan Presiden Sukarno untuk mengundang tokoh politik pada saat Idul fitri, untuk merayakan silaturahmi dengan istilah halal bihalal.

Acara tersebut berlangsung di Istana Negara, yang kemudian menjadi tradisi silaturahmi yang diikuti oleh instansi pemerintahan dan masyarakat luas, terutama di Jawa.

Makna dari halal bihalal lebih dalam daripada sekadar memaafkan. Istilah 'halal' dalam bahasa Arab berasal dari kata 'halla' yang memiliki beberapa makna, termasuk "memecah kekusutan" atau "membersihkan yang keruh."

Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa halal bihalal mengandung makna penyelesaian kesalahan atau kekeliruan di antara sesama, yang kemudian dipulihkan kembali melalui silaturahmi dan saling memaafkan.

Halal Bihalal di Masa Mangkunegara I

Ternyata, tradisi yang mirip dengan halal bihalal sudah ada sejak zaman Mangkunegara I, Pangeran Sambernyawa, pada abad ke-18. Setelah salat Idulfitri, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja, punggawa, dan prajurit di balai istana.

Dalam pertemuan tersebut, tradisi sungkem atau saling memaafkan dilaksanakan. Tradisi ini kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam di Indonesia dengan nama halal bihalal yang kita kenal hingga kini.

Sejak saat itu, halal bihalal terus berkembang dan menjadi tradisi yang melekat di setiap perayaan Idulfitri di Indonesia.

Tradisi ini tak hanya menguatkan tali persaudaraan, tetapi juga menjadi simbol pentingnya memaafkan dan merajut hubungan yang lebih baik antar sesama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI