Suara.com - Lini masa media sosial X (sebelumnya Twitter) kini dibanjiri oleh kebingungan besar dari sejumlah warganet yang berdiskusi panjang soal siapa yang berhak menentukan mahar.
Adapun diskusi panjang tersebut berawal dari pertanyaan seorang warganet kepada sebuah akun terkait dilema yang ia hadapi.
Akun tersebut menerima pertanyaan dari seorang warganet perempuan yang hendak menikah dengan seorang laki-laki. Ia dan calon suaminya kini kebingungan siapa yang berhak menentukan jumlah mahar pernikahan mereka.
Dilema yang dihadapi oleh si warganet bermula karena ia bingung menentukan jumlah mahar sesuai dengan kesanggupan sang calon suami.
"Mahar untuk pernikahan itu yang berhak menentukan siapa ya? Gue pihak cewe, cowo gue berusaha berdiskusi dengan bapak gue. Setelah diskusi sama bapak dan pengalaman kakak gue yang udah nikah, semua ditentuin sama gue yang nikah dengan melihat kesanggupan cowo gue. Tapi setelah gue tanya balik cowo gue mampu berapa, dia malah bingung. Gimana ya jalan tengahnya? Ada ukuran tertentu?" tulis si warganet, dilansir pada Rabu (16/4/2025).
Kebingungan warganet tersebut sebenarnya telah dijawab oleh hukum Islam yang mengatur soal pernikahan.
Lantas, bagaimana hukum Islam mengatur soal siapa yang berhak menentukan jumlah mahar pernikahan?
Hukum Mahar dalam Islam adalah Wajib

Pertama-tama perlu mengenal seperti apa pandangan hukum Islam soal mahar. Mahar dalam hukum Islam dipandang sebagai kewajiban mempelai pria terhadap mempelai perempuan.
Mahar ternyata juga adalah hak yang harus dipenuhi mempelai pria untuk membuktikan kasihnya.
Baca Juga: 5 Jenis Mahar Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
Kewajiban tersebut telah tertulis dalam Firman Allah yang ada pada Surat An Nisa ayat 4 yang berbunyi “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.”
Para ulama juga sepakat bahwa hukum mahar adalah wajib, sebagaimana Tafsir al-Qurthubi, 5/24.
Mempelai Wanita Berhak Menentukan Mahar, Ini Alasannya
Hukum Islam memberikan hak istimewa bagi perempuan untuk menentukan jumlah mahar yang harus dipenuhi oleh sang suami. Kitab al-Mudawanah – kitab fiqh Malikiyah menjelaskan bahwa pihak wanita adalah pihak yang berhak menentukan mahar.
Kitab tersebut membahas satu topik terkait mahar yang berbunyi, "Ada yang berpendapat, jika pengantin setuju dengan mahar di bawah mahar mitsl, itu boleh. Tidakkah anda perhatikan bahwa wali tidak boleh menikahkan si wanita kecuali dengan kerelaan si wanita? Jika si wanita ridha dengan nilai mahar, meskipun kurang dari mahar mitsl, maka wali harus menikahkannya."
Bagian kitab tersebut membahas tentang mahar mistl, yakni jumlah mahar yang ditentukan dari nilai mahar yang umum ada di masyarakat.
Kitab al-Qawanin al-Fiqhiyah lebih lanjut menjelaskan mempelai wanita rela dengan mahar yang lebih murah dengan mahar mitsl, maka walinya tidak berhak untuk menolaknya menikah.