Suara.com - Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, baru-baru ini melakukan studi banding ke Jawa Barat dan bertemu langsung dengan Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, yang dikenal sebagai sosok kontroversial berkat sejumlah kebijakan uniknya.
Kunjungan Sherly ke Jawa Barat ini bertujuan untuk mempererat kerja sama antar-provinsi, khususnya di bidang pertanian, perdagangan, hingga transformasi digital.
Dalam pertemuan tersebut, keduanya berdiskusi soal peluang kolaborasi strategis yang bisa memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Topik efisiensi anggaran juga menjadi sorotan, di mana baik Sherly maupun Dedi sepakat bahwa belanja yang kurang prioritas harus dialihkan ke program-program yang lebih langsung menyentuh kebutuhan warga.
Menariknya, potret keakraban mereka berdua yang tersebar di media sosial justru memancing reaksi kocak dari netizen.
Tak sedikit warganet yang menggoda dan menjodoh-jodohkan kedua gubernur yang berstatus janda dan duda ini.
Keduanya dinilai sama-sama karismatik, sampai ada yang mendoakan mereka benar-benar berjodoh di dunia nyata!
“Semoga pertemuan ini menjadi awal perjodohan pak gubernur dan bu gub. Semoga Allah mentakdirkan mereka berjodoh,” kata akun @Rianxxxxxx
“Cie cie, Kang Dedi sama Mba Sherly seperti gimana gitu dari tatapannya, cocok nih, bajunya aja bisa samaan, Kang Dedinya jadi salting,” tulis akun @masr***** menggoda.
Baca Juga: Siapa Suami Sherly Tjoanda? Cagub Maluku Utara yang Meninggal Jelang Pilkada
“Cie cie cieee KDM diapelin Ibu Gubernur Maluku Utara.... gaspol, KDM, nggak pake lama lah, cocok pisan atuh,” kata akun @irfi*****
Namun, di balik candaan tersebut, tersorot perbedaan mencolok dari gaya kepemimpinan keduanya.
Meski sama-sama memiliki semangat perubahan, pendekatan Sherly dan Dedi dalam memimpin daerahnya dinilai bak bumi dan langit — berbeda cara, namun sama-sama mencuri perhatian.
Sherly Tjoanda: Gaya Kepemimpinan yang Humanis dan Kolaboratif
Sherly Tjoanda dikenal dengan pendekatan humanis dan kolaboratif. Ia memimpin dengan hati, mengedepankan dialog terbuka, melibatkan banyak pihak dalam proses pengambilan keputusan, serta fokus pada pembangunan berkelanjutan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
Meski terkesan lembut, Sherly tetap tegas dan berhati-hati dalam bertindak.
Kemampuannya merangkul berbagai kalangan — mulai dari birokrat senior, aktivis muda, pemerintah pusat, hingga kepala daerah — membuatnya dipercaya mampu membangun sinergi demi kemajuan Maluku Utara.
Sherly juga tampil transparan lewat media sosial, sering memperlihatkan aksi terjun langsung ke lapangan untuk mendengar aspirasi rakyat dan merespons masalah secara nyata.
Dedi Mulyadi: Gaya Kepemimpinan yang Populis, Tegas, Penuh Gebrakan
Sebaliknya, Dedi Mulyadi tampil dengan gaya kepemimpinan yang populis dan blak-blakan. Ia dikenal berani mengambil keputusan kontroversial demi mendisiplinkan masyarakat — mulai dari pelarangan study tour dan pesta perpisahan sekolah, hingga usulan vasektomi bagi penerima bantuan sosial.
Gaya gebrakannya memicu pro dan kontra; sebagian publik memuji ketegasannya, sebagian lagi mengkritik karena dianggap membatasi kebebasan warga.
Dedi juga lebih suka terjun langsung ke lapangan ketimbang duduk di kantor, sering melakukan sidak dadakan, ngobrol dengan rakyat kecil, hingga membuat konten interaksi yang viral di kanal YouTube pribadinya.
Gaya komunikasinya yang lugas, ceplas-ceplos, sekaligus nyeleneh membuatnya dicintai sekaligus diperdebatkan.
Pertemuan keduanya di Jawa Barat tak sekadar menarik perhatian karena chemistry yang ramai dijodoh-jodohkan netizen.
Lebih dari itu, momen ini membuka ruang perbandingan dua figur pemimpin muda Indonesia yang sama-sama berkarakter kuat, meski dengan pendekatan berbeda.
Dalam kancah politik daerah yang makin dinamis, publik pun menanti: akankah gaya khas Sherly dan Dedi terus bertahan dan membawa perubahan berarti di daerah masing-masing?
Karena harus diakui, dalam dinamika politik lokal saat ini, keduanya memberikan warna tersendiri: Sherly dengan ketenangan intelektualnya, Dedi dengan gebrakan populisnya.
(Mauri Pertiwi)