suara hijau

Diskusi Multipihak di Unhas Merajut Solusi untuk Hutan, Petani, dan Perubahan Iklim

Selasa, 10 Juni 2025 | 18:47 WIB
Diskusi Multipihak di Unhas Merajut Solusi untuk Hutan, Petani, dan Perubahan Iklim
Forum Diskusi Multipihak dan Seminar Perubahan Iklim yang digelar GEF SGP Indonesia bersama Fakultas Kehutanan Unhas, Senin (9/6/2025).(Dokumentasi pribadi)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Thus, Sidi menyerukan pentingnya sinergi antarpihak, mulai dari akademisi, organisasi masyarakat sipil (CSO), organisasi non-pemerintah (NGO), hingga pemerintah. Tujuannya menjamin pendapatan petani, meningkatkan daya saing produk lokal, dan memperkuat ketahanan agroekosistem.

Petani kakao di Gorontalo, misalnya. Sidi memberikan contoh bahwa mereka telah berinovasi dengan mengembangkan pestisida campuran sendiri. Tapi, Sidi menekankan bahwa tanpa pendampingan yang memadai, inovasi semacam itu berisiko.

"Kami butuh jembatan antara praktik lapangan dan keilmuan," tegasnya, menyoroti pentingnya dukungan berbasis keilmuan untuk praktik-praktik pertanian lokal.

Nah, menurut Samuel, seorang profesor dari Unhas, sistem agroforestri sebagai jawaban masa depan. Namun, ia menekankan pentingnya adaptasi budaya dan lokalitas.

“Tak semua tanaman cocok di semua tempat. Ada yang rakus air, ada yang menghambat tanaman lain. Harus ada riset,” jelasnya.

Lain halnya dengan Abdul Haris dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tumarila. Dia mengangkat isu energi dalam produksi gula aren. “Potensial, tapi boros kayu,” katanya, sambil mendorong solusi seperti tungku hemat energi.

Sementara dari Balang Institute, Hasri menambahkan koperasi kini mulai mengembangkan energi alternatif yang lebih efisien.

Bambang pun menegaskan pentingnya inovasi berbasis kebutuhan lokal. “Kalau tungku efektif, dorong jadi program. Kalau ada tanaman produktif dan irit air, kembangkan. Kolaborasi adalah kuncinya,” ujarnya.

Sebagai penutup diskusi, Andang Suryana Soma dari Fakultas Kehutanan Unhas angkat bicara. Dia memaparkan proyeksi perubahan iklim di DAS Balantieng. Dengan suhu diperkirakan naik hingga 27 derajat Celsius dan curah hujan bergeser, vegetasi dan produktivitas lahan ikut terdampak.

Baca Juga: Mangrove Tak Goyah: Tangguh Menahan Badai, Tahan Jejak Karbon

Di hulu, berkurangnya tutupan lahan mengurangi daya serap air; di hilir, abrasi meningkat akibat rusaknya mangrove.

“Tanaman seperti kakao dan kopi bisa menjaga iklim mikro. Tapi keberhasilannya butuh intervensi tepat dan berkelanjutan,” jelas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI