suara hijau

Cerita Serikat Perempuan di Bajiminasa, Menanam Asa untuk Sungai Balantieng

Rabu, 25 Juni 2025 | 15:40 WIB
Cerita Serikat Perempuan di Bajiminasa, Menanam Asa untuk Sungai Balantieng
Aktivitas dari Serikat Perempuan Bajiminasa di Desa Bajiminasa, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.(Dokumentasi pribadi)

Suara.com - Di sudut selatan Pulau Sulawesi, tepatnya di Desa Bajiminasa, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, sebuah inisiasi berdampak sedang tumbuh. Bukan di ruang rapat atau kantor pemerintah, tapi dari pekarangan rumah dan tangan-tangan perempuan desa yang mulai menggenggam kendali atas lingkungan dan kehidupannya.

Namanya Serikat Perempuan Bajiminasa (SPB). Komunitas ini lahir dari inisiatif para perempuan di Bajiminasa untuk belajar, melakukan kegiatan pertanian berkelanjutan dengan metode alami atau organik. Tak hanya pemberdayaan perempuan, komunitas ini juga memiliki misi besar untuk melindungi serta memelihara ekosistem di Daerah Aliran Sungai Balantieng.

Nurul Daqmar, 32 tahun, mengatakan komunitas SPB lahir tidak sengaja. Lahir pada 7 Mei 2024, embrio SPB muncul berawal dari proses pelatihan sederhana tentang pemanfaatan pekarangan rumah yang digagas oleh Gerakan Tani (Gertani) Bajimanasa. Jadi, SPB bukan dari rahim pemerintah maupun organisasi luar.

“Awalnya ada yang namanya Gertani. Di situ kami dipanggil untuk membuat pelatihan pemanfaatan pekarangan. Hingga akhirnya Gertani melontarkan ide untuk membuat perkumpulan perempuan yang namanya Serikat Perempuan Bajiminasa. Di situ awal mulanya,” ujar Daqmar yang merupakan Ketua SPB, beberapa waktu silam.

Komunitas tersebut tak pelak memantik minat para perempuan dari berbagai dusun. Menurut Daqmar, ada 5 dusun di Desa Bajiminasa. Kelima dusun tersebut mengirimkan perwakilan dari perempuan untuk bergabung dalam inisiasi SPB. Hingga kiwari, SPB memiliki lebih dari 100 anggota yang tersebar di lima dusun tersebut.

“Ada beragam lapis usia yang tergabung di SPB. Mulai dari anak-anak muda di Bajiminasa, ada juga orang tua yang berusia di atas 50 tahun. Di awal terbentuk, kami memiliki 25 anggota, sekarang ada 100 anggotanya. Ada 5 dusun di Bajiminasa. Masing-masing dusun mengirimkan perwakilan untuk bergabung di SPB,” kata dia.

Junaedi Hambali, Direktur Balang Institute, mengatakan SPB dibentuk sebagai bagian dari program kemitraan bersama Global Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia dalam menjaga serta memelihara kelestarian ekosistem DAS Balantieng yang berada di wilayah Desa Bajiminasa.

Serikat Perempuan Bajiminasa (SPB) berada di wilayah tengah Daerah Aliran Sungai Balantieng. SPB dibentuk melalui fasilitasi program kemitraan dengan GEF SGP Indonesia. SPB dibentuk sebagai wadah dan tempat belajar perempuan di Desa Bajiminasa,” ujar Junaedi.

Inisiasi komunitas ini berawal dari kegiatan bernama Festival Harmoni Balantieng. Acara itu digelar pada Oktober 2024 silam. Tema acara tersebut sejalan dengan misi pemberdayaan perempuan untuk menjaga ketahanan pangan, yakni “Perempuan Berdaya, Pangan Terjaga”. Para perempuan di Bajiminasa dikumpulkan untuk merawat ekosistem di DAS Balantieng.

Baca Juga: Elegi Kopi Organik di Hulu DAS Balantieng, Harmoni Lingkungan dan Ekonomi

“Tujuan utamanya itu yakni melibatkan perempuan untuk turut melindungi ekosistem di DAS Balantieng. Narasumber yang didorong adalah perempuan di sana yaitu perempuan lokal untuk bercerita gimana pengalamannya kemudian gimana melihat situasi desanya,” ujar Junaedi.

Aktivitas Serikat Perempuan Bajiminasa

Kegiatan utama SPB tidak hanya kumpul-kumpul belaka. Mereka belajar memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam sayur-sayuran. Meski belum memiliki program mandiri, mereka berkolaborasi dengan Gertani Bajimanasa. Kegiatan mereka tidak menentu, terkadang sebulan sekali, terkadang sepekan. Yang jelas, kegiatan itu berdampak kepada mereka.

“Kalau dengan Gertani, kami memang melakukan pelatihan pemanfaatan pekarangan untuk bertanam sayuran. Kegiatan itu paling menonjol dan bermanfaat untuk kami. Terkait rutinitas, bisa sebulan sekali atau seminggu sekali. Tapi terkadang, mereka sibuk bekerja di sawah,” terang Daqmar.

Nah, imbuh Daqmar, kegiatan pertanian SPB pun bukan sekadar soal produksi pangan dan penanaman sayuran di pekarangan. Fokus mereka pun terkait keberlanjutan. Mereka mulai diajarkan cara membuat pupuk alami. Bahan-bahannya dari limbah rumah tangga, yang keseharian mereka temui di dapur dan rumah.

“Kemarin kami juga sempat diajarin menggunakan pupuk alami, diajarin bikinnya mulai dari bahan, cara bikin, sampai dari pemakaian. Itu ada yang (terbuat) dari ikan, gula merah, batang pisang, hingga sampah dapur,” kata Daqmar.

Ya, pupuk alami ini memang tidak hanya menyehatkan tanah dan membantu tanaman agar tumbuh subur. Pupuk alami atau organik juga menjadi solusi pengelolaan limbah rumah tangga. Memang, pembentukan bank sampah pun mulai digaungkan pemerintah setempat. Tapi, itu masih sekadar wacana.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI