Suara.com - Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), telah secara resmi mengumumkan skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Inisiatif ini hadir sebagai opsi pengangkatan bagi honorer atau pegawai non-ASN yang tidak lolos atau tidak mendapatkan formasi dalam seleksi Calon ASN (CASN) 2024. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah PHK massal di instansi pemerintahan, memberikan jaminan keberlangsungan pekerjaan bagi para tenaga honorer.
Pengangkatan PPPK Paruh Waktu diprioritaskan bagi:
- Non-ASN yang terdata dalam database BKN dan telah mengikuti seleksi CASN 2024 (baik PPPK maupun CPNS) namun tidak lulus mengisi formasi.
- Non-ASN yang tidak terdata dalam database BKN namun telah mengikuti seleksi PPPK dan dapat dipertimbangkan.
Aba Subagja, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, menjelaskan bahwa usulan pengangkatan PPPK Paruh Waktu dapat diajukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) masing-masing instansi pemerintah, dengan mempertimbangkan kebutuhan organisasi dan ketersediaan anggaran. Kriteria pelamar dan pengisian formasi akan diprioritaskan secara berurutan.
Gaji dan Fleksibilitas Jam Kerja PPPK Paruh Waktu
Salah satu poin penting dari skema ini adalah hak PPPK Paruh Waktu untuk mendapatkan gaji yang diatur oleh pemerintah pusat. Besaran gaji PPPK Paruh Waktu diatur dalam Keputusan MenPANRB Nomor 16 Tahun 2025, dengan acuan sesuai ketersediaan anggaran instansi pemerintah. Hal ini berarti, gaji PPPK Paruh Waktu paling sedikit adalah setara dengan upah minimum wilayah tempat mereka bekerja.
Sebagai informasi tambahan, pengangkatan PPPK Paruh Waktu ditujukan bagi honorer dengan kategori R2 (eks Tenaga Kerja Honorer Kategori II/TKH-II) dan juga R3 yang terdaftar dalam database BKN. Bagi honorer R2 dan R3 yang gagal seleksi atau tidak memenuhi formasi PPPK juga bisa diangkat menjadi PPPK Paruh Waktu.
PPPK Paruh Waktu sejatinya mempunyai jam kerja yang lebih fleksibel, yaitu hanya 4 jam per hari, dengan masa perjanjian setiap satu tahun hingga diangkat menjadi PPPK penuh waktu di kemudian hari.
Proyeksi Upah Minimum di Berbagai Wilayah
Untuk memberikan gambaran mengenai potensi gaji PPPK Paruh Waktu, penting untuk melihat standar Upah Minimum Provinsi (UMP) yang menjadi salah satu acuan. Tentu, gaji akhir akan bergantung pada kebijakan pemerintah pusat dan daerah, namun UMP bisa menjadi tolok ukur awal.
Berikut adalah daftar perkiraan upah minimum tahun 2025 di beberapa provinsi di Pulau Jawa (data didasarkan pada informasi sebelumnya dan proyeksi kenaikan tahunan):
Baca Juga: 5 Fakta Video Syur Guru PPPK di Bima yang Viral, Ditolak Warga hingga Pihak Sekolah!
DKI Jakarta: Rp 5.396.760
Jawa Barat: Rp 2.191.232
Banten: Rp 2.905.119
Jawa Tengah: Rp 2.169.348
DI Yogyakarta: Rp 2.264.080
Jawa Timur: Rp 2.305.984
Sementara itu, untuk memberikan perbandingan dengan wilayah lain di Indonesia, berikut adalah perkiraan upah minimum di beberapa provinsi besar di luar Pulau Jawa:
Kepulauan Riau (Kepri): Rp 3.572.616 (Sebagai salah satu pusat industri, UMP di Kepri termasuk yang tertinggi di Sumatra).
Kalimantan Timur (Kaltim): Rp 3.528.900 (Sebagai wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN), UMP di Kaltim menjadi salah satu yang tertinggi secara nasional).
Sulawesi Selatan (Sulsel): Rp 3.606.012 (Menjadi motor penggerak ekonomi di Pulau Sulawesi dengan UMP yang kompetitif).
Sumatera Utara (Sumut): Rp 2.950.410 (Sebagai salah satu provinsi dengan perekonomian terbesar di luar Jawa).
Bali: Rp 2.954.355 (Meskipun dikenal sebagai destinasi pariwisata, UMP Bali berada di level menengah nasional).
Papua: Rp 4.225.483 (Secara konsisten memiliki salah satu UMP tertinggi di Indonesia karena pertimbangan biaya hidup dan faktor lainnya).
Perlu ditekankan kembali bahwa daftar di atas adalah angka perkiraan UMP dan belum tentu menjadi nominal gaji final bagi PPPK Paruh Waktu. Gaji akhir akan ditentukan oleh formula perhitungan resmi dari pemerintah yang kemungkinan akan mencakup beberapa komponen lain di luar upah pokok. Namun, daftar ini dapat memberikan gambaran awal mengenai potensi pendapatan yang bisa diterima berdasarkan standar upah minimum di masing-masing wilayah.
Kontributor : Rizqi Amalia