Suara.com - Maraknya judi online di Indonesia tak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, tapi juga mengancam stabilitas sosial dan masa depan generasi muda.
Meski pemerintah telah memblokir lebih dari 1,3 juta konten terkait dan menyita aset senilai ratusan miliar rupiah, aliran transaksi digital yang dipakai untuk praktik ini masih terus terjadi, bahkan kerap melibatkan platform keuangan yang lazim digunakan masyarakat.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan, selama Januari hingga Maret 2025 saja, terjadi hampir 40 juta transaksi yang diduga berkaitan dengan judi online. Jika tak dibendung, angka ini bisa melonjak menjadi 160 juta transaksi hingga akhir tahun.
Salah satu tantangan utama dalam penanganan judi online adalah pelacakan aktivitas keuangan yang melibatkan banyak pihak, baik individu maupun platform digital.
Namun, rendahnya literasi digital dan minimnya laporan publik membuat pelacakan dan pemblokiran menjadi tidak seefektif yang diharapkan.

Untuk menjawab tantangan itu, inisiatif berbasis partisipasi publik mulai diterapkan. Salah satunya adalah GEBUK JUDOL (Gerakan Bareng Ungkap Judi Online), sebuah upaya yang melibatkan masyarakat langsung dalam pelaporan akun-akun yang disalahgunakan untuk transaksi judi online, khususnya di platform pembayaran digital.
Ronde pertama inisiatif ini digelar pada Februari–Maret 2025 berhasil mengumpulkan lebih dari 11.000 laporan valid dari masyarakat.
Hasilnya, 4.500 akun yang terindikasi aktif dalam transaksi judol berhasil diblokir, dan data tersebut diserahkan ke PPATK serta Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) untuk ditindaklanjuti.
Langkah ini disebut menjadi salah satu faktor penurunan transaksi judol sebesar lebih dari 80% dibandingkan tahun sebelumnya, baik dalam catatan internal platform keuangan maupun laporan PPATK.
Baca Juga: KSB: Warga Dapat Kunci, Tapi Gubernur DKI Ditegur! Ada Apa dengan Klaim Pramono?
“Keberhasilan GEBUK JUDOL Ronde pertama menunjukkan bahwa kolaborasi multi-stakeholder, antara swasta, publik, dan regulator, bukan hanya jargon, tapi kenyataan yang menghasilkan dampak positif,” Presiden Direktur OVO, Karaniya Dharmasaputra
Melihat efektivitas pendekatan kolaboratif tersebut, inisiatif iin memasuki ronde kedua mulai 21 Juli hingga 20 Agustus 2025. Masyarakat kembali diajak aktif melaporkan akun-akun yang terindikasi disalahgunakan untuk judi online.
Pelaporan bisa dilakukan melalui situs resmi ovo.id/gebuk-judol atau Pusat Bantuan di aplikasi OVO. Masyarakat diminta melaporkan akun OVO yang terindikasi terlibat, dengan proses verifikasi yang ketat untuk memastikan laporan tidak disalahgunakan.
Langkah ini dinilai penting oleh PPATK dalam membentuk ekosistem pelaporan digital yang berbasis kepercayaan dan kolaborasi.
“Kami melihat peningkatan pelaporan yang signifikan selama periode GEBUK JUDOL, yang menunjukkan peran aktif masyarakat dalam melaporkan praktik judi online ilegal,” Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono.
Judi online bukan hanya urusan hukum, tetapi juga berdampak pada kepercayaan publik terhadap sistem keuangan digital. Karena itu, tanggung jawab untuk mencegahnya bukan hanya di tangan pemerintah atau platform, tapi juga masyarakat sebagai pengguna aktif.
“OVO tidak hanya memposisikan diri sebagai penyedia layanan keuangan digital, tetapi juga bagian dari solusi dalam menghadapi tantangan nasional seperti judi online yang menjadi ancaman serius terhadap masa depan bangsa,” kata Karaniya Dharmasaputra.