Suara.com - Sound horeg -musik jalanan dengan suara yang sangat keras, menggelegar, dan bass yang berdentum sehingga menciptakan getaran yang kuat- yang viral di Indonesia baru saja memakan korban di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Lantas, jika menjadi korban akibat sound horeg apakah bisa minta ganti rugi?
Diketahui seorang ibu muda berusia 38 tahun asal Lumajang bernama Anik Mutmainah meninggal dunia saat menyaksikan karnaval sound horeg di desanya Sabtu (2/8/2025) malam. Acara tersebut digelar dalam rangka selamatan menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 RI. Sound horeg memang menjadi hiburan yang sangat merakyat karena gampang disandingkan dengan segala jenis musik. Suaranya yang menggelegar biasanya akan memancing siapapun yang menonton untuk ikut bernyanyi.
Sang suami, Mujiarto, menyebut anek memang menyukai kegiatan yang menggunakan sound horeg. Dia kerap mendatangi lokai-lokasi yang tengah menyelenggarakan kegiatan dan menggunakan sound horeg. Di karnaval desa, Anik datang bersama kakaknya, Sofia.
Nahas, acara yang digemari Anik tersebut justru merenggut nyawanya. Di tengah keramaian karnaval, Anik tiba-tiba merasa pusing dan pingsan. Ia kemudian dilarikan ke IGD RSUD Pasirian. Namun, Anik diketahui telah berada dalam kondisi henti napas dan jantung. Pertolongan pertama yang diberikan oleh tim medis rumah sakit pun tidak memberikan dampak signifikan.
Meninggal Akibat Sound Horeg Boleh Lapor Polisi
Melansir Hukumonline, penggunaan sound horeg di tempat-tempat umum dengan tingkat keramaian tinggi seperti pesta pernikahan, karnaval, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat, maka harus mengantongi izin keramaian dari kepolisian. Jika penyelenggara sound horeg yang menimbulkan keramaian tidak memiliki izin, maka penyelenggara dapat dijerat berdasarkan Pasal 510 KUHP Lama, yakni pidana denda paling banyak Rp375.000 atau pidana kurungan paling lama dua minggu.
Kemudian, apabila sound horeg disetel di malam hari tanpa izin, penyelenggara bisa dinyatakan melanggar pasal 503 KUHP dengan ancaman pidana kurungan paling lama 3 hari atau pidana denda paling banyak Rp225.000.
Dalam penjelasan lebih lanjut, apabila sound horeg menimbulkan kehancuran dan kerusakan karena suatu kealpaan atau ketidaksengajaan, maka penyelesaiannya berada di bidang hukum perdata.
Oleh karena itu, perlu ditelusuri kembali penyebab kerusakan tersebut, yakni apakah kehancuran dan kerusakan itu terjadi karena suatu kealpaan. Dalam terjadi kehancuran dan kerusakan akibat kealpaan dari penyelenggaraan sound horeg, pihak yang merasa dirugikan oleh adanya sound horeg dapat mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata yakni tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Baca Juga: 8 Fakta Bupati Pati Sudewo, Viral Tantang 50 Ribu Pendemo Usai Naikkan PBB 250 Persen
Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya Hukum Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga Yurisprudensi, Doktrin Serta Penjelasan menerangkan bahwa PMH harus memenuhi unsur-unsur yakni: harus ada perbuatan, baik yang bersifat positif maupun negatif; perbuatan itu harus melawan hukum; ada kerugian; ada hubungan sebab akibat antara PMH itu dengan kerugian; dan ada kesalahan. Jadi, selama unsur-unsur di atas terpenuhi, penyelenggara sound horeg dapat digugat secara perdata berdasarkan PMH.
Seperti diketahui, kemunculan sound horeg sebenarnya telah dimulai sejak era 2000-an, di mana masyarakat menggunakan alat pengeras suara sebagai hiburan sederhana. Namun, sebuah ide brilian mengubahnya menjadi fenomena yang dikenal sekarang. Inspirasinya datang dari diskotik di kota-kota besar seperti Jakarta, yang kemudian diadopsi oleh warga desa dengan konsep yang lebih merakyat.
Popularitas sound horeg semakin melejit setelah pandemi COVID-19 pada tahun 2020. Banyak masyarakat yang merindukan hiburan di luar rumah, seperti karnaval dan pesta rakyat. Kini, sound horeg menjadi bagian tak terpisahkan dari konser dan pesta rakyat, terutama di wilayah Jawa Timur, di mana tren ini paling banyak ditemui.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni