Film Bagus Itu Nggak Cuma Soal Gambar, Tapi Juga Suara

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 20:14 WIB
Film Bagus Itu Nggak Cuma Soal Gambar, Tapi Juga Suara
Ilustrasi studio, perlengkapan audio. (Pexels/Cottonbro Studio)

Suara.com - Saat menonton film, perhatian kita sering tersedot oleh visual: lanskap luas yang menawan, warna yang dramatis, atau efek CGI yang megah. Namun, pernahkah membayangkan seperti apa rasanya jika film diputar tanpa suara?

Faktanya, suara adalah separuh dari pengalaman sinematik. Audio bukan sekadar pelengkap gambar, melainkan elemen penting yang menggerakkan emosi, membangun ketegangan, dan menyampaikan cerita kepada penonton.

Musik latar dapat mengubah adegan biasa menjadi menyentuh. Suara detak jam yang pelan bisa memicu kecemasan. Bahkan, dalam kondisi tertentu, kesunyian total bisa menghadirkan atmosfer yang lebih mencekam dibanding ledakan atau jeritan.

Audio Film Bukan Soal Rekam Lalu Selesai

Banyak yang mengira proses audio dalam film hanya sebatas merekam suara selama syuting. Padahal, kenyataannya jauh lebih kompleks. Setelah kamera berhenti berputar, tim audio memulai pekerjaan yang tak kalah penting.

Dunia pascaproduksi suara mencakup berbagai tahap: penyuntingan dialog, pengisian ulang suara (ADR), rekaman efek suara buatan (foley), perancangan suara (sound design), hingga proses pencampuran akhir yang menghasilkan keseimbangan audio secara keseluruhan.

Masing-masing tahapan tidak hanya menuntut keahlian teknis, tetapi juga kepekaan artistik. Misalnya, suara angin dalam sebuah adegan bisa saja berasal dari rekaman lokasi lain, lalu digabung dengan suara asli untuk menciptakan atmosfer yang lebih kuat.

Langkah kaki karakter yang terdengar khas mungkin direkam ulang oleh foley artist menggunakan berbagai benda tak lazim. Semua itu dilakukan demi menciptakan pengalaman yang terasa lebih nyata dan menyatu dengan adegan.

Dua Film yang Menegaskan Kekuatan Audio

Baca Juga: Ulasan Film Bertaut Rindu: Drama Keluarga yang Bikin Hati Meleleh!

Salah satu contoh yang paling jelas adalah A Quiet Place. Hampir tanpa dialog, film ini justru menunjukkan pentingnya tata suara dalam membangun ketegangan. Suara-suara kecil seperti daun bergesek, napas tertahan, atau benda yang jatuh menjadi sangat berarti.

Contoh lain dapat dilihat pada Interstellar karya Christopher Nolan. Dalam adegan luar angkasa, hampir tidak terdengar suara apa pun. Keputusan ini bukan sekadar mengikuti hukum fisika, melainkan juga strategi artistik untuk memperkuat perasaan keterasingan manusia di tengah luasnya semesta.

Studio Audio Kelas Dunia Kini Tersedia di Jakarta

Bagi sineas Indonesia, tantangan besar selama ini terletak pada keterbatasan fasilitas pascaproduksi audio. Untuk mendapatkan kualitas suara yang sepadan dengan film-film internasional, banyak produser terpaksa membawa proyek mereka ke luar negeri seperti Thailand atau Korea Selatan. Proses ini tidak hanya memakan waktu, tetapi juga menambah biaya produksi secara signifikan.

Kini, hambatan itu mulai teratasi. Bespoke Lab Indonesia telah menggandeng Kantana Post Production, studio asal Thailand dengan rekam jejak lebih dari 70 tahun, untuk membuka studio audio berstandar global di Jakarta.

Studio ini dilengkapi teknologi terkini, termasuk fasilitas mixing untuk Dolby Atmos dan ruang final mix dengan kualitas setara bioskop, yang masih sangat terbatas di Indonesia.

Kerja sama ini memungkinkan berbagai tahapan penting dalam pascaproduksi audio dilakukan langsung di dalam negeri. Dari sekitar 20 tahap keseluruhan, lima hingga enam tahapan utama kini bisa dikerjakan di Jakarta melalui sistem kolaborasi berbasis cloud dan penggunaan aplikasi bersama.

Hal ini tentu membuka peluang besar untuk menekan biaya produksi, sekaligus meningkatkan kualitas teknis film Indonesia.

Robert Simanjuntak, Country Manager Bespoke Lab Indonesia, menyampaikan bahwa kolaborasi ini bertujuan membuka akses teknologi premium bagi lebih banyak sineas lokal.

"Kantana dikenal sebagai studio kelas atas yang biasanya hanya dipakai oleh film-film besar, seperti karya Joko Anwar dan Raditya Dika. Namun kami ingin membawa kualitas tersebut lebih dekat ke film-film dengan anggaran menengah maupun kecil," ujar Robert saat peresmian Kantana Bespoke Lab di Jakarta, Rabu (6/8/2025).

CEO Bespoke Lab, Betty Cho, juga menegaskan komitmennya.

"Kami ingin menjadi mitra utama bagi produser lokal dan regional yang mencari layanan audio pascaproduksi berstandar tinggi, tanpa perlu meninggalkan Indonesia."

Apa Artinya Bagi Penonton?

Kehadiran fasilitas seperti ini bukan sekadar angin segar bagi pekerja industri film. Bagi penonton, ini berarti akan lebih banyak film Indonesia yang terdengar lebih matang, lebih imersif, dan lebih memikat. Karena film yang baik tidak hanya menyenangkan untuk dilihat, tetapi juga menyentuh saat didengar.

Pada akhirnya, cerita yang kuat tidak hanya disampaikan lewat gambar, tetapi juga melalui keheningan yang berbicara dan suara yang menggugah rasa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI