Syarat Pemakzulan Bupati, Bagaimana Prosedurnya?

Kamis, 14 Agustus 2025 | 09:28 WIB
Syarat Pemakzulan Bupati, Bagaimana Prosedurnya?
Ribuan warga di depan pendopo Kabupaten Pati menuntut Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri dari jabatannya, di Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). [ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif]

Suara.com - Syarat pemakzulan bupati kembali menjadi sorotan usai heboh wacana pemakzulan mencuat terhadap Bupati Pati Sudewo.

Wacana pemakzulan Sudewo muncul sebagai respons atas protes publik yang dipicu oleh kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250 persen.

Meski kebijakan dibatalkan, sebagian pihak di DPRD dan masyarakat tetap menggulirkan desakan pemberhentian Bupati Pati Sudewo. Lalu bagaimana cara memberhentikan atau memakzulkan seorang kepala daerah?

Simak penjelasan rinci mekanismenya yang diatur dalam undang-undang berikut ini.

Syarat Pemakzulan Bupati

Kolase foto ribuan masyarakat Pati mengepung kantor bupatim, Rabu (13/8/2025) dan Bupati Pati, Sudewo (kanan). [suara.com]
Kolase foto ribuan masyarakat Pati mengepung kantor bupatim, Rabu (13/8/2025) dan Bupati Pati, Sudewo (kanan). [suara.com]

Apa Itu Pemakzulan?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemakzulan adalah proses atau tata cara melepaskan seseorang dari jabatannya. Istilah ini sering dikaitkan dengan impeachment pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam konteks hukum Indonesia, istilah “pemakzulan” tidak digunakan secara formal. Aturan utama yang menjadi landasan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).

Pasal 78 UU tersebut mengatur pemberhentian kepala daerah sebelum masa jabatannya berakhir, yang kerap diartikan sebagai pemakzulan.

Syarat Pemakzulan Bupati

Baca Juga: KPK Ungkap Kasus Dugaan Korupsi Bupati Pati Sudewo, Warganet: Kok Baru Sekarang?

Pasal 78 UU 23/2014 menyebutkan bahwa kepala daerah dapat diberhentikan karena 3 alasan antara lain:

1. Meninggal dunia
2. Mengundurkan diri
3. Diberhentikan

Dalam ayat (2), ada 9 alasan pemberhentian kepala daerah sebelum masa jabatan berakhir:

1. Masa jabatan berakhir.
2. Tidak mampu menjalankan tugas selama 6 bulan berturut-turut.
3. Melanggar sumpah/janji jabatan.
4. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah.
5. Melanggar larangan bagi kepala daerah.
6. Melakukan perbuatan tercela.
7. Merangkap jabatan yang dilarang undang-undang.
8. Menggunakan dokumen/keterangan palsu saat pencalonan.
9. Mendapat sanksi pemberhentian.

Dalam praktiknya, DPRD biasanya menggunakan 4 alasan utama untuk menggulirkan pemakzulan, yakni pelanggaran sumpah jabatan, tidak melaksanakan kewajiban, melanggar larangan dan perbuatan tercela.

Prosedur Pemakzulan Bupati (Pasal 80 UU Pemda)

Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). [ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom]
Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025). [ANTARA FOTO/Aji Styawan/tom]

Proses pemakzulan atau pemberhentian bupati bukanlah perkara yang mudah, melainkan serangkaian tahapan yang ketat. Prosesnya melibatkan 3 pilar utama: DPRD, Mahkamah Agung (MA), dan Pemerintah Pusat.

1. Pendapat DPRD
Langkah pertama dimulai di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Rapat Paripurna harus digelar untuk memutuskan apakah bupati terbukti melanggar sumpah jabatan atau melakukan pelanggaran lain yang diatur UU.

Keputusan ini baru dianggap sah jika dihadiri oleh minimal tigaperempat (3/4) dari total anggota dan disetujui oleh minimal dua per tiga (2/3) dari anggota yang hadir.

Tahap ini sangat dipengaruhi oleh dinamika politik lokal. Jika bupati memiliki dukungan kuat dari koalisi partai di DPRD, proses pemakzulan bisa terhenti, meskipun ada indikasi pelanggaran. Sebaliknya, jika hubungan tidak harmonis, proses bisa berjalan lancar.

2. Pemeriksaan Mahkamah Agung (MA)

Jika DPRD menyetujui, pendapat tersebut kemudian diajukan ke Mahkamah Agung (MA). MA akan memeriksa dan mengeluarkan putusan dalam waktu 30 hari. Putusan MA ini bersifat final dan mengikat, serta menjadi dasar yuridis untuk tahapan selanjutnya.

3. Usulan ke Presiden atau Menteri Dalam Negeri

Apabila MA memutuskan bahwa bupati terbukti bersalah, DPRD wajib mengajukan usulan pemberhentian kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Presiden harus memberhentikan bupati tersebut paling lambat 30 hari setelah menerima usulan. Jika DPRD gagal mengajukan usulan pemberhentian dalam waktu 14 hari setelah MA mengeluarkan putusan, Mendagri memiliki kewenangan untuk langsung mengusulkan pemberhentian tersebut kepada Presiden.

Selain itu, UU Pemda juga memberikan jalur alternatif bagi Pemerintah Pusat untuk memberhentikan kepala daerah jika DPRD tidak mengambil tindakan meski ada bukti pelanggaran. Jalur ini juga melibatkan pemeriksaan oleh MA sebelum akhirnya Presiden mengambil keputusan.

Nuansa Politik vs Aspek Hukum

Secara teori, syarat pemakzulan bupati bersifat yuridis. Namun kenyataannya, politik sering menjadi penentu. DPRD memegang kendali awal, dan keberhasilan pemakzulan sangat dipengaruhi oleh koalisi partai, lobi politik, dan kekuatan mayoritas.

Hal ini mencerminkan prinsip checks and balances dalam demokrasi, di mana lembaga legislatif (DPRD) memiliki wewenang untuk mengawasi dan menyeimbangkan kekuasaan eksekutif (bupati). Namun, dinamika ini juga membuka ruang bagi kepentingan politik untuk berperan.

Oleh karena itu, wacana pemakzulan baru akan memiliki kekuatan hukum jika telah memenuhi seluruh prosedur formal yang diatur undang-undang, mulai dari putusan DPRD hingga putusan final dari Mahkamah Agung. Tanpa proses yang sah ini, desakan publik atau politis hanyalah wacana yang tidak memiliki kekuatan hukum.

Kontributor : Trias Rohmadoni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI