Apa Itu Deepfake? Diduga Dipakai untuk Bikin Video Hoaks Sri Mulyani Soal Guru Beban Negara

Kamis, 21 Agustus 2025 | 11:20 WIB
Apa Itu Deepfake? Diduga Dipakai untuk Bikin Video Hoaks Sri Mulyani Soal Guru Beban Negara
Ilustrasi teknologi Deepfake. [Shutterstock]

Suara.com - Sebuah video yang menampilkan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan kalimat kontroversial 'guru adalah beban negara' diduga adalah video rekayasa kecerdasan buatan (AI).

Adapun dalam video tersebut, Sri Mulyani tampak menyampaikan pidatonya di Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB, 7 Agustus 2025 lalu.

Ada satu potongan momen yang menunjukkan kala sang Menkeu berkata 'guru itu adalah beban negara.'

Sontak, hujatan demi hujatan dialamatkan ke sang Menkeu imbas video tersebut viral.

Sri Mulyani akhirnya angkat bicara bahwa dalam forum tersebut, tak pernah ia berkata kalimat sebagaimana yang ada di video tersebut.

Sang Menteri Keuangan menegaskan bahwa video tersebut adalah palsu dan diproduksi menggunakan AI bernama 'Deepfake'.

Publik memang kerap mendengar istilah 'Deepfake' dalam berbagai kesempatan. Teknologi Deepfake juga telah menimbulkan berbagai masalah, tak hanya di Indonesia saja.

Deepfake beberapa kali juga sempat dikecam karena digunakan untuk membuat fitnah terhadap pejabat publik di berbagai negara hingga untuk membuat video asusila.

Mari menyelidiki teknologi Deepfake lebih dalam.  

Baca Juga: Rocky Gerung Murka ke Sri Mulyani: Kalau di Prancis, Kepala Anda Sudah Dipenggal!

Mengenal Deepfake: Jadi momok para pejabat publik di dunia

Ilustrasi deepfake (Pexels/Markus Winkler).
Ilustrasi deepfake (Pexels/Markus Winkler).

Istilah Deepfake sebagaimana yang dijelaskan oleh jurnal AI & Society dan Springer Cham diambil dari kata deep berarti dalam dan fake yang berarti palsu.

Deep diambil dari istilah deep learning, yakni proses mendalam yang ditempuh sebuah kecerdasan buatan untuk mempelajari sebuah data visual seperti wajah orang melalui berbagai video.

AI akan mempelajari secara mendalam bagaimana struktur wajah, mimik muka, hingga bahasa tubuh seseorang kala berbicara.

Deepfake yang sudah cukup canggih bisa mempelajari suara seseorang untuk kemudian diubah dan disesuaikan.

Ketika AI Deepfake sudah berhasil mempelajari berbagai data visual yang diberikan, pengguna tinggal memberikan perintah untuk memproduksi sebuah video yang mereka inginkan.

Mengutip International Journal of Computer Vision, pengguna dapat memberikan detil video yang mereka inginkan, seperti naskah atau skrip yang akan dibaca oleh AI.

AI tersebut akan meniru data asli yang diambil, seperti wajah hingga suara dari subjek.

Contohnya, pengguna memberikan data berupa video pidato seorang pejabat publik. AI akan mempelajari video tersebut untuk menghasilkan video rekayasa.

Pengguna dapat memberi perintah ke AI untuk membuat si pejabat seolah-olah mengatakan kata yang telah di-input sebagai perintah.

The Washington Post mencatat bahwa manipulasi media yang melahirkan Deepfake memang telah ada sejak tahun 1990. 

Meskipun pada waktu itu, manipulasi media dilakukan secara manual dan tampak jelas sebagai rekayasa.

AI lambat laun berkembang dan bisa menghasilkan media rekayasa yang mirip aslinya, sehingga muncul istilah Deepfake untuk menyebut teknologi AI terkini.

Adapun beberapa tokoh politik yang pernah menjadi korban Deepfake adalah Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan eks Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris.

Kontroversi seputar Deepfake

Masyarakat dunia mayoritas setuju bahwa Deepfake adalah masalah yang serius, sebagaimana studi dari Convergence: The International Journal of Research into New Media Technologies.

Orang-orang mulai khawatir lantaran Deepfake dipakai untuk tindakan kriminalitas, seperti menggunakan wajah orang lain untuk membuat video asusila rekayasa.

Rolling Stone dan Medium juga sempat merangkum bahwa terjadi wabah video asusila yang menampilkan para selebriti di Korea Selatan melakukan adegan mesum.

Video tersebut adalah rekayasa dan akhirnya membuat masyarakat di Negeri Ginseng resah hingga menuntut pemerintah turun tangan.

Kontributor : Armand Ilham

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI