“Cukup sudah. Aku siap bangkit dan menuntut pertanggungjawaban yang kita semua dambakan,” ujar Junaid dalam pernyataannya.
Tantangan Finansial
Meski demikian, langkah hukum lintas negara tentu bukan perkara mudah. Junaid mengakui bahwa kendala terbesar ada pada biaya hukum yang besar, mulai dari pengacara hingga administrasi internasional.
Untuk mengatasi hal itu, ia melakukan strategi unik dengan menjual 10 karya seni orisinal beresolusi tinggi bertema merah-putih.
Setiap karya dijual dengan harga USD 5 atau sekitar Rp82 ribu. Langkah ini menjadi bentuk crowdfunding yang diharapkan bisa membantu biaya pengacara sekaligus memberi manfaat bagi pendukungnya.
Junaid menegaskan bahwa jika dana yang dibutuhkan terkumpul, ia akan segera menyewa pengacara, mengajukan gugatan resmi, dan hadir di pengadilan,
Ia juga memberi kebebasan penuh kepada pembeli karya seninya untuk menggunakan atau bahkan menjual kembali karya tersebut tanpa perlu membayar royalti tambahan.
Kasus Junaid Miran menjadi contoh nyata bagaimana isu hak cipta digital kian mendapat perhatian besar. Dari seorang seniman independen di Pakistan, namanya kini mendunia setelah melawan dugaan pelanggaran karya dalam film.
Bagi publik, kisah ini menjadi pengingat pentingnya menghargai hak cipta dan memberi apresiasi kepada kreator. Bagi Junaid, ini bukan hanya soal uang, melainkan tentang keadilan bagi seniman kecil yang sering kali karyanya terabaikan.
Baca Juga: Memahami Rosemary's Baby Versi Pria dari Gambaran Film