Suara.com - Fenomena gerhana bulan total, atau yang sering disebut 'Blood Moon', selalu berhasil memukau mata sekaligus memantik berbagai cerita turun-temurun.
Salah satu yang paling mengakar kuat di masyarakat, khususnya di budaya Jawa, adalah mitos seputar ibu hamil.
Konon, ibu hamil dianjurkan melakukan ritual tertentu, seperti mandi, untuk menolak bala dan memastikan janin lahir tanpa cela.
Namun, bagaimana sebenarnya sains dan ajaran agama memandang tradisi ini?
Mitos Turun-temurun yang Melingkupi Kehamilan
Di tengah kemegahan gerhana bulan, muncul berbagai pantangan dan anjuran bagi ibu hamil. Kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi ini seringkali menimbulkan kekhawatiran.
Beberapa mitos yang populer antara lain larangan keluar rumah, bersembunyi di bawah tempat tidur, hingga tidak boleh menggunakan benda tajam seperti pisau atau gunting karena dikhawatirkan dapat menyebabkan bayi lahir cacat, misalnya bibir sumbing.
Di sisi lain, ada pula ritual yang dianggap sebagai penolak bala, yaitu mandi atau keramas tepat saat gerhana berlangsung.
Tradisi ini dipercaya dapat menyucikan ibu dan janin dari energi negatif yang dilepaskan selama fenomena alam tersebut.
Baca Juga: Link Live Streaming Gerhana Bulan Total 7-8 September 2025
Di beberapa daerah, ritual ini bahkan dilengkapi dengan prosesi khusus seperti menggunakan air kembang tujuh rupa atau mandi dengan lilitan kain jarik sebagai sarana penyucian diri.
Kata Sains: Adakah Bahaya yang Nyata?
Jika ditinjau dari kacamata ilmiah, kekhawatiran yang muncul dari mitos-mitos tersebut tidak memiliki dasar yang kuat.
Para ahli astronomi dan medis menegaskan bahwa gerhana bulan adalah fenomena alam biasa yang tidak memancarkan radiasi berbahaya.
Peristiwa ini murni pergerakan benda langit di mana posisi bumi berada di antara matahari dan bulan, sehingga tidak ada perubahan gravitasi signifikan atau energi apa pun yang dapat membahayakan ibu maupun janin secara fisik.
Penelitian medis juga tidak menemukan adanya korelasi antara kejadian gerhana bulan dengan peningkatan risiko kelainan janin atau komplikasi kehamilan.
Satu-satunya dampak yang mungkin terjadi adalah faktor psikologis, di mana stres dan kecemasan berlebih akibat mempercayai mitos justru bisa berpengaruh kurang baik bagi kehamilan.
Pandangan Islam: Mandi Gerhana dan Anjuran Ibadah
Dalam perspektif Islam, tradisi mandi gerhana bulan yang dikhususkan bagi ibu hamil tidak memiliki dasar syariat yang spesifik.
Tidak ada dalil dalam Al-Qur'an maupun hadis yang memerintahkan amalan khusus tersebut bagi wanita hamil saat terjadi gerhana.
Namun, sebagian ulama memang menganjurkan mandi saat terjadi gerhana (baik matahari maupun bulan) secara umum bagi seluruh umat Muslim.
Mandi ini hukumnya sunnah, terutama bagi mereka yang hendak melaksanakan salat gerhana (salat khusuf) berjamaah. Niat yang dibaca pun bersifat umum, bukan dikhususkan untuk kehamilan.
Berikut adalah bacaan niat mandi gerhana bulan:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِخُسُوْفِ القَمَرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Nawaitul ghusla li khusuufil qomari sunnatal lillaahi ta'aala.
Artinya: "Aku niat mandi karena terjadi gerhana bulan sunnah karena Allah Ta'ala."
Islam justru mengajarkan umatnya untuk mengisi momen gerhana sebagai waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk melaksanakan salat sunah khusuf, memperbanyak zikir, berdoa, dan bersedekah sebagai bentuk pengakuan atas kebesaran Allah SWT.
Sebagai kesimpulan, tradisi mandi bagi ibu hamil saat gerhana bulan lebih merupakan warisan budaya yang berakar dari mitos. Secara ilmiah, tidak ada bahaya fisik yang perlu dikhawatirkan.
Sementara dari sudut pandang Islam, tidak ada anjuran khusus untuk itu, melainkan ajakan umum untuk memperbanyak ibadah.
Keputusan untuk melakukannya kembali pada keyakinan pribadi, namun yang terpenting adalah tetap tenang, mencari informasi yang benar, dan memfokuskan diri pada amalan yang memiliki tuntunan jelas.